Djawanews.com – RUU Cipta Kerja masih terus menjadi perhatian banyak pihak. Di antara yang kini menghangat adalah rancangan perubahan atas Pasal 62 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang dianggap mengancam keberadaan pondok pesantren.
Pasal tersebut menyasar pada penyelenggara pendidikan secara umum yang menggunakan jalur formal, ada juga yang non formal dan tidak secara khusus ditujukan pada ponpes. Sementara itu, RUU Cipta Kerja memuat dan mengatur UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Secara khusus, ponpes diatur dalam UU No. 18 Tahun 2019 tentang pondok pesantren, dan tidak ada upaya untuk perubahannya.
Menanggapi hal tersebut, Senator D. I. Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menyampaikan agar masyarakat tidak terburu-buru emosi dalam menanggapi isu yang belum tentu benar.
“Kita perlu kroscek terlebih dahulu. Justru aturan mengenai pendirian lembaga perlu dibuat untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Dan memang pesantren tidak masuk dalam pembahasan RUU Omnibus Law ini,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tersebut.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut mengatakan bahwa yang namanya pesantren tidak mesti lembaga pendidikan, karena memang pesantren tidak hanya bergerak di bidang pendidikan. Pesantren juga adalah lembaga dakwah, sosial, dan kemasyarakatan. Menyamakan “pesantren” sama dengan “sekolah” adalah upaya simplifikasi lembaga pesantren. Kalau demikian, lalu apa bedanya pesantren dengan sekolah, atau madrasah?!
Isu itu pertama kali dimunculkan oleh anggota DPR RI yang menyebut bahwa pasal 53 (1), 62 (1) dan 71 RUU Cipta Kerja mengancam keberadaan pondok pesantren dan ada upaya kriminalisasi para kiai.
“Mempersoalkan peluang pemidanaan ulama atau kiai sebab memiliki pondok yang tidak berizin sesungguhnya hanya upaya membikin gaduh situasi nasional yang sedang prihatin dengan pandemi. Dan sangat disayangkan bila hal seperti ini bersumber dari orang yang tidak pernah menyelami dan tahu seluk-beluk dunia pesantren,” katanya.
Gus Hilmy menegaskan bahwa jika tidak kompeten dalam suatu hal, sebaiknya tidak membuat pernyataan yang dapat membuat masyarakat gaduh. Yang bicara pesantren mestilah adalah orang pesantren.