Masyarakat Adat menolak pemindahan ibu kota RI ke Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Salah satu program Presiden Jokowi dalam masa jabatan 2019-2024 adalah memindahkan ibu kota negara RI. Ibu kota yang semula berada di DKI Jakarta, akan dipindah ke salah satu kota di Indonesia. Meskipun sampai saat ini belum ada kepastian terkait lokasi pemindahan ibu kota, namun Kalimatan menjadi salah satu kandidat kuat tujuan perpindahan.
Masyarakat adat tolak pemindahan ibu kota ke Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan
Dilansir dari Tempo.co, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, menolak pemindahan ibu kota. Taufik Hadriani selaku Ketua AMAN juga mengatakan bahwa pemindahan ibu kota negara diyakini akan mencerabut kehidupan sosial masyarakat adat di Tanah Bumbu (15/07).
Penolakan Masyarakat Adat tersebut datang setelah terdengar kabar Kabupaten Tanah Bambu dan Kotabaru disebut jadi kota tujuan pemindahan ibu kota. Taufik berpendapat bahwa rencana pemindahan ibu kota RI bisa jadi semacam bom waktu, terutama bagi kehidupan masyarakat adat.
“Budaya Dayak akan hilang seiring masuknya pembangunan ibu kota negara di Tanah Bumbu. Proyek ibu kota pasti menggusur masyarakat adat,” ujar Taufik.
Bahkan saat ini, kata Taufik, warga adat sudah tergusur tambang dan perkebunan. Alih-alih menjadi penghidupan lebih baik, Taufik justru meyakini bahwa pemindahan ibu kota nanti akan mecerabut akar budaya sembilan komunitas adat di Tanah Bumbu. Beberapa komuntas tersebut seperti Alut, Tamone, Dadap, Hatone, Sembilan Satu, Merikut, dan Aliuh.
Konflik masyarakat adat dengan perusahaan kebun sawit dan tambang batu bara memang sudah sering terjadi sebelumnya. Taufik juga mengakui bahwa Tanah Bumbu akan maju setelah jadi ibu kota. Namun ia khawatir jika nanti warga adat justru tidak mampu bersaing dengan pendatang.
“Biarkan kami hidup tenang di hutan. Kami sudah hidup turun temurun, jangan diganggu,” ujar Taufik.
Taufik mengatakan, daripada pemerintah sibuk berwacana memindah ibu kota, lebih baik pemerintah daerah dan pusat segera mengakui keberadaan warga adat di Tanah Bumbu. Pernyataan tersebut didasarkan pada gagalnya Pemkab Tanbu dan DPRD Tanbu dalam merealisasikan peraturan daerah pengakuan masyarakat adat dan tanah adat. Padahal, usulan pengakuan keberadaan masyarakat adat sudah digaungkan sejak 2013.
“Pengakuan hukum adat dan tanah adat itu yang kami harapkan. Itu sangat penting, karena hutan adat dan tanah adat sudah turun temurun,” ujar ketua AMAN.
Sementara itu, Bappenas telah beberapa kali melakukan kajian terkait pemindahan ibu kota. Belum jelas bagaimana pemerintah akan mengantisipasi kekhawatiran yang dirasakan masyarakat adat. Namun masyarakat berharap pemerintah memiliki solusi atas permasalahan masyarakat adat yang terkena dampak perpindahan ibu kota.