Djawanews.com – Pengurus Wilayah Lembaga Seni dan Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Nahdlatul Ulama D.I. Yogyakarta mengadakan pameran seni rupa dengan tajuk Kembulan 3. Pameran dilakukan pada 4-10 November 2020 di Galeri R.J. Katamsi, ISI Yogyakarta. Pameran ini sudah berhasil terselenggara sebanyak tiga kali dengan tema yang berbeda. Untuk tahun ini pameran mengusung tema “Nguwongke”.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. selaku anggota DPD RI, Dr. H. Selain itu hadir pula Fahmi Akbar Idries selaku Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DIY, Dra. Dwi Ratna Nurhajarini, M. Hum selaku Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta, Wahyudi Anggoro Hadi selaku Lurah Desa Panggungharjo, Rektor ISI Yogyakarta, Direktur R.J. Katamsi, dan Garin Nugroho.
Dalam sambutannya, pria yang juga dikenal dengan nama Gus Hilmy itu menyampaikan bahwa tema yang diangkat Lesbumi dalam pameran sangat kontekstual dan perlu diupayakan secara terus-menerus.
“Tema ini menemukan momentumnya. Tidak hanya sedang dibicarakan oleh kalangan kita, tetapi juga masyarakat global hari ini. Utamanya dari peristiwa di Prancis belakang ini, ketika atas nama seni, seseorang tidak memanusiakan manusia, tidak menghargai orang lain. Nguwongke ini bukan sesuatu yang selesai, tetapi harus terus diupayakan,” ujar Wakil Rais Syuriah PWNU DIY itu dalam Pembukaan Pameran Kembulan 3, Rabu (04/11) malam.
Lebih lanjut, Gus Hilmy mengatakan bahwa dalam diri manusia, Nguwongke punya kaitan dengan pengendalian hawa nafsu yang diumpamakan seperti bayi.
“Tema Nguwongke ini berkaitan erat dengan hawa nafsu, seperti digambarkan dalam performing art Shadow Batik tadi. Bahwa hawa nafsu itu seperti bayi, mengingatkan kita pada karya masterpiece Imam al Bushiri berjudul Burdah. Nafsu itu seperti anak kecil, kalau nafsu dibiarkan akan berkembang, dan akan menyusu pada ibunya terus-menerus. Oleh sebab itu, nafsu perlu dididik, diatur, dan dikendalikan,” kata Gus Hilmy.
Atas terselenggaranya pameran Kembulan 3 ini, Gus Hilmy menyampaikan ucapan selamat lantaran menurutnya tak mudah membuat kegiatan semacam ini di saat pandemi. Gus Hilmy juga mengatakan bahwa seniman memiliki tugas seperti seorang kiai.
“Tugas dan karya seniman itu berat, seperti kiai. Harus menyenangkan dan menyemangati orang meski kondisinya susah, apalagi di masa pandemi ini. Dan ini adalah kunci kecerdasan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, inti kecerdasan sesudah iman adalah kalau seseorang mampu menyenangkan orang lain,” kata pria yang juga menjadi pengasuh Pondok Pesantren Krapyak tersebut.
Dalam sambutan kurator, A. Anzieb mengatakan bahwa tema ini diangkat untuk kedua. Hal itu menandakan bahwa memanusiakan manusia harus terus diusahakan dan kemungkinan tak pernah usai.
“Tema ini pernah digarap pada 2019. Maksudnya adalah untuk lebih mendalamkan makna memanusiakan manusia. Dihelat lagi karena memanusiakan manusia tidak pernah selesai, dari sisi kehidupan mana pun. Memanusiakan di sini tidak terbatas pada manusia, melainkan juga alam dan seisinya. Nguwongke bukanlah wacana bagi kami, tetapi menjadi ikhtiar untuk terus menusiakan manusia,” ungkapnya.
Pameran Kembulan 3 ini merupakan salah satu agenda seni dan budaya kebanggaan PWNU DIY karena mencerminkan karakteristik warga NU yang beragam.
“Kalau hari ini melakukan kegiatan kreatif, saya kira itu juga bagian dari ekspresi warga NU yang isinya macam-macam. Ada yang alim seperti kiai, pengusaha, seniman, dan sebagainya. Ini adalah cara kita berkhidmat dan beribadah kepada Allah SWT, sebab Allah itu dan mencintai keindahan,” ujar Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DIY H. Fahmi Akbar Idries.
Di kesempatan itu, Dra. Dwi Ratna Nurhajarini, M. Hum memberikan apresiasi atas terselenggaranya acara tersebut.
“Kami mengapresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini. Di masa pandemi ini, teman-teman Lesbumi DIY tetap berkarya, semangat, dan sangat cerdas menyiasati kondisi,” ujarnya.
Acara pembukaan dilanjutkan dengan berbagai seni pertunjukan lain seperti Shadow Batik oleh Sanggar Dongaji, Wayang Garuda "Garudho Ngudhoroso" Dalang Ki Bagus Pranantyo. Acara ditutup dengan melukis bersama oleh para tokoh yang hadir sebagai prosesi pembukaan.