YOGYAKARTA – Setelah bertemu dengan keluarga Presiden pertama dan kedua Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mengadakan Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI bersama Keluarga Besar Presiden ke-IV K.H. Abdurrahman Wahid di Ruang Delegasi MPR RI, pada Ahad (29/09/2024).
Dalam pertemuan tersebut, dilakukan pembacaan surat Pimpinan MPR RI No. B-1373i/HK/.00.00/B-7/MPR/09/2024. Di antaranya menyatakan bahwa K.H. Abdurrahman Wahid merupakan sosok yang inspiratif, pelopor pejuang demokrasi, HAM, dan pluralisme di Indonesia. Dalam surat tersebut dengan tegas dinyatakan bahwa TAP MPR No. II tahun 2001 tidak berlaku lagi.
Dalam sambutannya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa Gus Dur memang unik, manusia yang multidimensi. Belajar dari Gus Dur, Bamsoet menyatakan bahwa seorang pemimpin tidak hanya harus memiliki elektabilitas, kapasitas, kapabilitas, dan loyalitas, melainkan juga harus memiliki visitas. Selain itu, menurutnya, Gus Dur memiliki indera keenam.
“Gus Dur mampu melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh kasat mata manusia biasa. Tidak heran jika Gus Dur dapat berbicara tentang siapa yang memimpin hari ini. Ini menunjukkan Gus Dur memiliki pandangan yang jauh ke depan, visioner, yang kadang sulit dipahami orang biasa. Sikap dan kebijakan Gus Dur adalah warisan yang wajib kita jaga. Tidak berlebihan kiranya, jika Bapak Pluralisme kita dipertimbangkan oleh Pemerintah saat ini untuk mendapatkan penghargaan sebagai pahlawan nasional,” ujar Bamsoet.
Keluarga Presiden ke-IV K.H. Abdurrahman Wahid menyambut baik pernyataan MPR RI tersebut sebagai upaya rehabilitasi dan rekonsiliasi nasional. Meski demikian, Ibu Nyai Sinta Nuriyah berharap rekonsiliasi tetap berbasis pada prinsip keadilan, bukan basa-basi politik.
“Kami berharap, hari ini menjadi langkah awal untuk kepentingan rehabilitasi nama baik Gus Dur sebagai Presiden RI. Hal ini juga merupakan upaya rekonsiliasi nasional yang terus diperjuangkan Gus Dur selama memimpin bangsa ini sepanjang hayatnya. Namun kami berpandangan, rekonsiliasi harus berbasis keadilan, bukan basa-basi politik semata, dan dilakukan tidak dengan setengah hati. Perlu adanya pelurusan sejarah bahwa Gus Dur tidak pernah melakukan berbagai tuduhan yang dialamatkan kepadanya,” ujarnya.
Menanggapi agenda tersebut, Anggota MPR RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menjelaskan bahwa agenda pembacaan surat pimpinan MPR RI ini merupakan langkah terbaik bangsa ini.
“Hari ini adalah langkah terbaik bangsa ini. Agendanya pembacaan surat dari pimpinan MPR. Dengan demikian, Tap MPR No. II tahun 2001 tentang Gus Dur tidak berlaku lagi. Artinya, apa yang dulu dituduhkan kepada Gus Dur tidak berlaku. Ini sudah memiliki kepastian hukum, ya. Tadi juga disampaikan kesan-kesan istimewa tentang Gus Dur,” jelas pria yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tersebut melalui keterangan tertulis yang diterima oleh media pada Ahad (29/9/2024).
Meski demikian, ujar Gus Hilmy, surat pimpinan MPR RI ini harus tetap dikawal dari berbagai sisi, baik dalam lingkup pendidikan, sosial, maupun politik. Sebab, menurutnya, semua tuduhan kepada Gus Dur tidak ada yang terbukti.
“Konsekuensi dari ketetapan MPR ini masih banyak, harus tetap dikawal. Antara lain seperti yang tadi disampaikan oleh Ibu Nyai Sinta Nuriyah, masih adanya pernyataan-pernyataan salah tentang beliau di buku-buku pelajaran kita. Demikian juga anggapan buruk sebagian masyarakat tentang turunnya beliau dari kursi kepresidenan karena korupsi, padahal beliau adalah orang yang sangat sederhana. Dan sampai hari ini kesalahan yang dituduhkan kepada beliau tidak terbukti di pengadilan,” ujar Gus Hilmy.
Gus Hilmy berharap keputusan dari MPR RI tersebut dapat dipahami dan diterima oleh semua elemen bangsa. Selain itu, Gus Hilmy mendukung langkah MPR RI untuk mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional.
“Harapan kami, apa yang sudah diputuskan MPR RI hari ini dapat diterima oleh semua elemen. Dan kami mendukung dan akan mengawal usulan MPR yang mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Kami yakin, inilah yang juga diharapkan oleh seluruh bangsa Indonesia,” kata Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut.