Djawanews.com – Pemilik PT Duta Palma Surya Darmadi menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum mengada-ada karena menuntut Surya Darmadi dengan pidana penjara seumur hidup. Surya Darmadi terseret dalam kasus dugaan korupsi dan pidana pencucian uang. Surya merasa geram terlebih disebut melakukan pencucian uang.
"Dari mulai usaha saya enggak ada mikir TPPU. Kalau saya ada TPPU, aku utang bank puluhan triliun, saya enggak ada utang bank. Saya ada untung, saya langsung lunasin bank. Secara internasional adalah CRS, Corporate Reporting System. Jadi, luar negeri semua dicek. Tadi yang dituduh tuh semua ngada-ada, enggak benar," ujar Surya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (6/2).
"Kalau saya dianggap mega-koruptor, saya enggak akan pulang dari Taiwan menyerahkan diri," tambahnya.
Penasihat hukum Surya, Juniver Girsang, menilai jaksa penuntut umum terlalu memaksakan diri karena menjatuhkan tuntutan tidak berdasarkan fakta persidangan. Dia menilai perusahaan-perusahaan milik Surya yang bergerak di bidang perkebunan memiliki legalitas dalam menjalankan kegiatan usaha.
Lebih lanjut, Juniver menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan milik Surya pun diberi kesempatan untuk membenahi dokumen-dokumen yang masih kurang untuk memenuhi syarat administratif terbitnya pelepasan kawasan hutan untuk mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU).
"Sangat tidak rasional jaksa penuntut umum mengatakan ada kerugian negara karena ada perambahan hutan dan kerusakan lingkungan karena tidak membayar PSDH/HR karena Duta Palma tidak melakukan pembukaan lahan hutan namun hanya melanjutkan usaha yang telah terbangun oleh pemilik lama," ucap Juniver.
Dia pun menyoroti jaksa yang tidak menghormati ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021.
"Dengan adanya ketentuan tersebut, dikarenakan kebijakan yang selama ini tidak konsisten telah dievaluasi oleh pemerintah cq presiden, bagi setiap orang atau badan hukum apabila terlanjur melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan dan memiliki izin tidak bisa dipidana namun hanya dilakukan tindakan administratif dan diberikan jangka waktu selama tiga tahun sejak berlakunya Undang-undang Cipta Kerja," terang dia.
"Oleh karenanya, seharusnya tuntutan saudara jaksa penuntut umum adalah onslag artinya tuntutan tersebut prematur, belum saatnya dilakukan penegakan hukum karena batas waktu UU Cipta Kerja adalah 2 November 2023," pungkasnya.
Surya Darmadi dituntut dengan pidana penjara seumur hidup dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang.
Meski dituntut seumur hidup, jaksa meminta majelis hakim juga menghukum Surya untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Jaksa turut menuntut Surya membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesarRp4.798.706.951.640 (Rp4 triliun) dan US$7.885.857,36 serta kerugian perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 (Rp73 triliun) apabila tidak dijatuhi pidana penjara seumur hidup
Jika Surya tidak mampu melunasi uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan inkrah, terang jaksa, maka akan diganti dengan pidana 10 tahun penjara.
Surya dinilai jaksa terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Kemudian Pasal 3 ayat 1 huruf c UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.