Dilansir dari blog.netray.id: Pemerintah pusat akhirnya kembali menetapkan status darurat pandemi yang diteruskan dalam kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Kebijakan ini terpaksa kembali diambil setelah terjadi peningkatan kasus penularan yang disebabkan oleh sejumlah faktor. Selain munculnya varian delta yang lebih mudah menginfeksi, masyarakat dinilai terlalu longgar dalam menerapkan protokol kesehatan.
Secara teknis, setiap daerah mendapatkan keleluasaan dalam menerapkan PPKM Darurat di luar sejumlah aturan baku yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Alasannya adalah setiap daerah memiliki kondisi, situasi, dan kapasitas yang berbeda-beda. Masing-masing kepala daerah dapat menyesuaikan diri dengan membuat kebijakan turunan yang diasumsikan efektif guna menekan laju penularan Covid-19.
Salah satu daerah yang membuat kebijakan turunan tersebut adalah DKI Jakarta melalui aturan Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP). Surat ini harus dimiliki oleh para pekerja di wilayah DKI Jakarta tetapi bertempat tinggal di luar daerah. Dengan berbekal SRTP, dan sejumlah syarat lainnya, para pekerja ini dapat melewati penyekatan PPKM dan kembali beraktivitas.
Lantas bagaimana respons publik terhadap kebijakan dari Pemda DKI Jakarta ini? Terutama melihat sambutan dari media massa mengingat kebijakan STRP tergolong sebagai aturan turunan yang baru. Publik berhak mendapat informasi dan media massa merupakan corong sosialisasi yang terhitung efektif. Hal ini mendorong Netray Media Monitoring untuk memantau pemberitaan media massa dan hasilnya sebagai berikut.
Rangkuman Statistik Pemantauan Kebijakan STRP DKI Jakarta dalam Pemberitaan Media Massa
Dalam memantau topik kebijakan STRP Pemprov DKI Jakarta, Netray menggunakan kata kunci strp dan surat tanda registrasi pekerja. Pemantauan dilakukan selama sepekan ke belakang atau selama periode 30 Juni hingga 6 Juli 2021. Hasilnya ditemukan 200 artikel yang mengandung kata kunci dan diterbitkan oleh 37 laman media massa daring. Sebagian besar artikel yang terpantau masuk ke dalam kategori Government, yakni sebanyak 148 laporan. Sisanya tersebar ke dalam kategori Health & Lifestyle hingga Law.
Kapan pertama kali berita yang mengandung kata kunci dapat disimak dalam grafik Peak Time. Dari grafik tersebut terlihat bahwa sejak tanggal 4 Juni 2021 sudah muncul berita yang membahas kebijakan STRP. Pemprov DKI Jakarta sendiri baru menerapkan aturan ini esok harinya atau pada hari Senin, 5 Juni 2021. Detikcom menjadi media massa yang pertama kali membuat laporan.
Jika disimak dari jumlah artikel dan media massa daring yang menulis laporan, wacana ini tergolong isu lokal dan kasuistis. Grafik Top Portal menunjukkan setidaknya dua media massa daring lokal DKI Jakarta dan sekitarnya cukup banyak menyumbang jumlah artikel. Yaitu laman Warta Kota dengan 11 artikel dan sebanyak 9 artikel berasal dari Tribun Jakarta. Kehadiran media massa nasional tentu bisa dimengerti karena wilayah Ibukota kerap menjadi perhatian khalayak ramai. Apalagi masih berhubungan dengan isu pandemi Covid-19 yang pada prinsipnya merupakan isu nasional.
Beralih ke rangkuman tools sentimen analisis, Netray menemukan setidaknya 66 artikel dengan sentimen negatif. Sedangkan 52 laporan lainnya memiliki tendensi pembahasan dengan sudut pandang negatif. Sisanya, sekitar 81 artikel, adalah laporan yang ditulis dengan sentimen netral. Mengapa sentimen atas kebijakan SRTP ini cukup berimbang? Analisis Netray berikut ini akan menjelaskan sejumlah alasan keberadaan masing-masing sentimen.
Dibuat Kilat, Diterapkan dengan Dekat, Hadirkan Masalah Mencekat, Direvisi Cepat
Hasil pemantauan fakta data Netray memperlihatkan bahwa wacana kebijakan STRP baru muncul sehari sebelum diterapkan pada tanggal 5 Juli 2021. Itupun artikel dari Detikcom terbit menjelang tengah malam. Praktis isu ini sama sekali tidak pernah terdengar menjelang penerapan STRP.
Apakah kebijakan ini dibuat dengan tergesa-gesa? Sejauh pemantauan Netray sangat jarang media massa menyebutkan bahwa Pemprov DKI Jakarta membuat aturan ini secara kilat. Tidak ada upaya dari agen pers guna mencari tahu proses penetapan aturan STRP. Laporan yang ada hanya menyinggung respon aktor eksternal, seperti dari anggota DPR RI, yang menilai Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan sosialisasi terlebih dahulu.
Media massa seperti tidak mendapat waktu yang cukup untuk mengupas latar belakang kebijakan ini karena harus memperkenalkannya ke publik, khususnya warga DKI Jakarta dan sekitarnya. Terlihat bahwa pada permulaan hari Senin 5 Juli 2021, terbit sejumlah artikel yang secara umum berisi penjelasan kewajiban untuk memiliki STRP hingga tata cara mendapatkannya.
Pembaca mungkin bisa membayangkan bagaimana dampak kebijakan ini begitu diterapkan. Antara penyekatan, aturan tambahan dan arus pekerja masuk ke wilayah DKI Jakarta hasilnya adalah kemacetan di sejumlah ruas jalan Ibukota. Selain mengganggu jadwal para pekerja, penumpukan kendaraan ini juga berdampak bagi pelayanan kesehatan yang justru sangat krusial di masa pandemi. Sejumlah tenaga kesehatan ikut terjebak di dalam kemacetan bersama kaum pekerja yang lain.
Masalah STRP ternyata tidak hanya terjadi di lapangan, atau lebih tepatnya di jalan raya DKI Jakarta saja. Akan tetapi, juga terjadi di wilayah digital. Pasalnya untuk mendapatkan surat ini, pihak yang membutuhkan harus mendaftar secara daring melalui situs Jakevo. Yang tidak diantisipasi oleh pemprov adalah membludaknya pendaftar yang mengakses situs tersebut secara bersamaan. Walhasil situs Jakevo lemot hingga down bahkan hingga sore hari. Menurut Gubernur Anies Baswedan, kemampuan server Jakevo hanya 1 juta user sekali sesi. Sedangkan yang mengakses situs ini bisa mencapai 17 juta user.
Gubernur dan jajarannya lantas bergerak cepat untuk merevisi aturan STRP. Sekarang untuk mendaftar di situs Jakevo tidak bisa lagi dilakukan oleh individu. Perusahaan lah yang harus bertanggung jawab untuk mendaftarkan karyawannya secara bersamaan. Sehingga diharapkan tidak terjadi lagi penumpukan user dalam sesi yang sama. Perbaikan ini telah Anies sampaikan ke sejumlah pihak termasuk kepada Menteri Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Koordinator PPKM Darurat.
Ketika tulisan ini diterbitkan, kebijakan PPKM Darurat di DKI Jakarta masih akan berlangsung hingga 20 Juli 2021 mendatang. Hingga waktunya nanti, publik akan memperoleh gambaran secara utuh bagaimana penerapan aturan STRP bisa membatasi mobilitas penduduk yang diharapkan pemerintah mencapai angka di bawah 50 persen. Lantas apakah daerah-daerah lain juga memiliki kebijakan yang serupa? Atau mungkin lebih efisien dari kebijakan Pemprov DKI Jakarta. Simak terus analisis-analisis terkait perkembangan pandemi Covid-19 di Blog Netray.