Djawanews.com – Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi menekankan pentingnya keberlangsungan sidang isbat dalam penentuan awal Ramadan dan Idulfitri. Hal ini menanggapi usulan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, agar sidang tersebut ditiadakan.
"Sidang ini sangat penting sebagai ruang bagi masyarakat yang mengikuti metode rukyah, yang meyakini keabsahan melihat bulan secara langsung sebagai penentu awal bulan Hijriyah, berbanding dengan metode hisab yang lebih mengandalkan perhitungan astronomis," ujar Ashabul Kahfi kepada wartawan, Jumat, 8 Maret.
Menurut legislator PAN itu, sidang isbat bukan sekadar kegiatan seremonial, tapi juga penting untuk memperkuat persatuan umat Islam.
"Ini karena sidang isbat bukan sekadar seremonial, melainkan juga merupakan momen penting untuk memperkuat silaturahmi dan persatuan di antara umat Islam menjelang Ramadan dan Idulfitri," kata Ashabul.
Kendati demikian, Ashabul menghormati usulan Mu'ti agar negara bisa menghemat anggaran karena penetapan hari raya Idulfitri di Muhammadiyah dan pemerintah sama.
"Saya memahami usulan dari Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti, untuk tidak mengadakan sidang isbat penentuan Idulfitri tahun ini. Hal itu merupakan bentuk partisipasi aktif dari masyarakat dalam pembentukan kebijakan publik," ucapnya.
Diketahui, PP Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa 1 Ramadan 1445 H jatuh pada hari Senin, 11 Maret 2024 dan Idulfitri 1 Syawal 1445 H jatuh pada Rabu, 10 April 2024. Sementara awal puasa Muhammadiyah akan berbeda dengan penetapan pemerintah.
Kemenag baru akan mengadakan sidang isbat menentukan awal Ramadan pada 10 Maret. Namun, perayaan Idulfitri atau lebaran akan sama.
Oleh karena itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengusulkan agar sidang isbat penetapan Idulfitri tidak perlu digelar.
“InsyaAllah Idulfitri akan bareng. Posisi hilal saat akhir Ramadan sudah di atas 8 derajat. Dengan posisi seperti itu, hilal sudah bisa dilihat jelas. Jadi tidak perlu sidang isbat, sehingga bisa hemat anggaran,” kata Abdul Mu’ti saat menyampaikan ceramah dalam acara Tarhib Ramadan dan Milad ke-3 Masjid Al Birru di Desa Mindahan Kidul, Batealit, Jepara, Minggu, 3 Maret.
Selama ini, kata Mu'ti, penetapan Idulfitri antara metode hisab dan ru’yah lebih sering menghasilkan perbedaan. Dia menjelaskan, Muhammadiyah lebih cenderung melakukan hisab haqiqi, sementara pemerintah menggunakan ru’yatul hilal (melihat hilal dengan mata telanjang).
"Kalau posisi hilal di atas 8 derajat, pasti semua ormas Islam akan sama dalam menentukan Idul Fitri,” katanya.