Meski Organisasi Lingkungan Global Greenpeace Menentang, Pembangunan PLTU Celukan Bawang Resmi Dilakukan Oleh PT General Energy Bali untuk Memenuhi Kebutuhan Listrik di Bali.
Pulau Bali, siapa sih yang tidak mengenalnya? Ya, Bali dikenal masyarakat luas sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keindahan alam dan kekayaan akan budayanya.
Namun tahukah Anda, jika Bali kini sedang dilanda darurat energi, bahkan Bali berpotensi mengalami defisit pasokan listrik pada tahun 2021 mendatang. Hal ini terjadi lantaran pertumbuhan tingkat konsumsi listrik di Bali meningkat, namun tidak diimbangi dengan adanya penambahan kapasitas pasokan listrik.
Pembangunan pembangkit listrik baru dapat menjawab masalah pasokan listrik yang ada di Bali saat ini. Salah satunya adalah PLTU Celukan Bawang Bali.
PLTU Celukan Bawang Beroperasi
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang Bali yang terdapat di Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali resmi beroperasi pada tahun 2015.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak dibangun oleh China Huadian Engineering Co, Ltd (CHEC), Merryline International Pte. Ltd (MIP) dan PT General Energy Indonesia (GEI) dengan memiliki kapasitas sebesar 426 megawatt.
Adanya PLTU Celukan Bawang Bali ini, berhasil mengatasi krisis energi yang melanda Bali pada tahun 2015 lalu.
Krisis energi 2015 usai, kini pulau Bali memasuki babak baru. Kepala Seksi Teknik Energi dan Tenaga Listrik Disnaker ESDM Bali, IB Setiawan menyebut bahwa Bali perlu mengantisipasi terjadinya krisis listrik yang diperkirakan terjadi pada dua sampai empat tahun ke depan.
“Kalau tidak ada penambahan kapasitas listrik di Bali, kemungkinan 2021 sampai 2023 akan krisis listrik. Jadi, diperlukan adanya penambahan (kapasitas listrik),” tutur Setiawan.
Berdasarkan hitung-hitungan, pada 2021 mendatang Bali memerlukan 1.500 Megawatt energi listrik.
Di sisi lain, kebutuhannya baru 1.259 megawatt. Sementara dari empat pembangkit yang ada sekarang baik yang di Celukan Bawang,, Pesanggaran, Gilimanuk, dan Pemaron, baru 900 megawatt. Artinya masih perlu 600-megawatt lagi.
Guna mengatasi krisis energi yang melanda Bali pada 2021 mendatang, pembangunan PLTU Celukan Bawang II akan dilakukan oleh General Energy Bali (GEB) dengan kapasitas terpasang 2×330 megawatt.
Namun sebelum pembangunan PLTU Celukan Bawang II dilakukan, ada beberapa penolakan hingga isu terkait PLTU Celukan Bawang Bali yang dirangkum dalam Djawanews.com.
- MA Sahkan Izin PLTU Celukan Bawang Bali
Upaya Organisasi Lingkungan Hidup Greenpeace Indonesia untuk menggugat izin pembangunan PLTU Batubara Celukan Bawang, Bali ditolak Mahkamah Agung (MA). Alhasil izin Gubernur Bali atas proyek tersebut sah.
Kasus ini bermula saat Gubernur Bali mengeluarkan izin pembangunan proyek PLTU di Kabupaten Buleleng pada 28 April 2017 lalu. Proyek itu ditentang oleh sejumlah warga yang diketuai oleh Ketut Mangku Wijana dan Greenpeace yang menganggap proyek itu menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Greenpeace dkk lantas memasukkan memori kasasi terkait gugatan atas izin Lingkungan Hidup yang dikeluarkan Gubernur Bali mengenai Pembangunan PLTU Celukan Bawang ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Tata Usaha Negari (PTUN) Denpasar.
Lewat Putusan Nomor 221/B/LH/2018/PT.TUN.SBY tertanggal 26 Desember 2018 memutus menguatkan putusan PTUN Denpasar pada 16 Agustus 2018.
Keputusan tersebut menandakan bahwa gugatan banding yang dilayangkan Greenpeace Indonesia tidak dapat diterima/ditolak.
“Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi,” kata majelis sebagaimana dikutip dari website MA, Jumat (23/08/2019).
2.Dianggap Banyak Pekerja Asing [Kenyataannya tidak]
Banyak isu yang beredar bahwa pekerja PLTU Celukan Bawang Bali ini rata-rata mempekerjakan warga negara asing ketimbang warga lokal. Namun benarkah demikian?
Temuan ini diungkap Pengawas Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja RI bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Buleleng setelah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke PLTU Celukan Bawang, Selasa (30/10/2018) dilansir dari liputan6.com.
Hasilnya, total tenaga kerja asing yang dipekerjakan perusahaan pembangkit listrik tersebut mencapai 152 orang. Rinciannya, naker asing yang dipekerjakan CHD Power Plant Operation Co Ltd 142 orang. Kemudian naker asing yang dipekerjakan PT General Energi Bali (GEB) 10 orang.
Kendati demikian, naker lokal yang dipekerjakan di PLTU Celukan Bawang jumlahnya melampaui naker asing, yakni naker lokal yang dipekerjakan PT Cipta Pesona mencapai 60 orang dan PT Victory Hutama Karya 257 orang. Sehingga, bila dilihat perbandingannya naker lokal masih di posisi satu banding dua.
3.Amdal yang Keluar dari PLTU Celukan Bawang
Seperti yang dilansir dari nusabali.com, General Manager (GM) PLTU Celukan Bawang, Putu Singyen, tuding kampanye tolak pembangunan tahap II PLTU Celukan Bawang yang menggandeng Kapal Greenpeace Rainbow Warior, pada Selasa (17/4) lalu, ditunggangi kepentingan tertentu.
Putu Singyen memaparkan, sejauh ini PLTU Celukan Bawang (operasional dari pembangunan tahap I) sudah menghasilkan listrik sebesar 380 MW untuk Bali. Dalam operasionalnya, PLTU Celukan Bawang sudah mengikuti semua regulasi dan ketentuan yang ada.
“Kalau soal penolakan itu (kelanjutan pembangunan tahap II PLTU Celukan Bawang) sah-sah saja, karena semua orang punya hak. Tapi, saya selaku pihak PLTU tentunya sangat menyesal dengan penolakan yang mengatasnamakan warga Celukan Bawang itu.
Sebab, PLTU Celukan Bawang sudah beroperasi, artinya kami sudah penuhi dan lengkapi seluruh regulasi yang diperlukan baik izin maupun Amdal,” jelas Putu Singyen.
4. Greenpeace Tanpa Alasan [Jika dibandingkan dengan PLTU Lain]
Mungkin alasan mendasar Organisasi Lingkungan Hidup, Greenpeace Indonesia menolak pembangunan PLTU Celukan Bawang karena pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Greenpeace Indonesia mungkin bisa berdalih bahwa PLTU bisa diganti dengan PLTS, sebagai informasi saja, PLTS merupakan salah satu pembangkit listrik yang membutuhkan banyak biaya dalam penggunaan dan perawatannya.
Gubernur Bali I Wayan Koster, sebelumnya sudah menjelaskan bahwa PLTU Celukan Bawang nantinya tidak akan menggunakan batu bara.
Bahkan pihaknya telah meminta kepada pemerintah untuk mematuhi aturan yang berlaku di Bali. Jika pengembangan PLTU Celukan Bawang II masih berbahan bakar batu bara, maka pemerintah provinsi tak segan mencabut skemanya.
Upaya Penolakan PLTU Celukan Bawang (kabar-energi.com)
“Jika mau (dikembangkan), aturannya harus ikut kami. Jika tidak, silakan keluar,” kata Koster dikutip dari republica.co.id.
Ini artinya sudah ditegaskan oleh Gubernur Bali bahwa PLTU Celukan Bawang Bali I dan II tidak menggunakan bahan bakar baru bara, sehingga dipastikan ramah lingkungan.
5. PLTU Celukan Bawang Ramah Lingkungan
Menanggapi kekhawatiran dari berbagai pihak yang menolak pembangunan PLTU Celukan Bawang.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Bali, Gede Suarjana menjelaskan bahwa PLTU Celukan Bawang ini tidak menghasilkan emisi yang melebihi ambang batas baku mutu lingkungan hidup, sehingga izin lingkungan bisa dikeluarkan.
Lebih lanjut, Suarjana mengatakan walaupun nantinya menghasilkan karbon monoksida, sulfur dioksida, partikulat, dan nitrogen oksida, gas-gas tersebut tidak akan berdampak buruk bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.
Dampak bagi masyarakat dan lingkungan, PLTU Celukan Bawang masih aman karena jarak emisi yang berada pada ketinggian maksimal. Gas-gas tadi akan dibawa angin kemudian diikat oleh partikel lain.
Selain itu PLTU Celukan Bawang sudah menggunakan teknologi mutakhir yakni super ultra critical, sehingga mampu menghasilkan udara yang bersih.
Bagaimana melihat ulasan yang sudah disebutkan di atas, masihkah ada yang tidak mendukung pembangunan PLTU?
Mengingat pembangunan PLTU ini dilakukan demi pasokan listrik yang merata di seluruh Bumi Pertiwi tidak terkecuali Bali. Pembangunan lanjutan PLTU Celukan Bawang adalah Nyawa, supaya Bali tetap menyala, mengingat 2021 pasokan listrik di Bali mengalami defisit.