Djawanews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sekitar 8,3 juta hektare lahan HGU belum terpetakan. Menurut KPK, ini bisa menjadi pemicu konflik agraria. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengingatkan hukum dan hak atas tanah menjadi contoh konflik agraria yang kerap terjadi, sehingga penting HGU untuk dipetakan.
Dalam empat tahun terakhir telah terjadi 31.228 kasus pertanahan dengan rincian; 37 persen sengketa; 2,7 persen konflik; dan 60 perkara perkara. Dalam periode yang sama juga ditemukan sebanyak 244 kasus mafia tanah.
"KPK memotret bahwa sengketa ini terjadi karena proses sertifikat luas HGU di Indonesia masih banyak yang belum terpetakan (landing)," kata Ghufron dalam penyampaikan hasil kajian di Ruang Prona, Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (3/1).
"Sertifikat HGU yang belum terpetakan mencapai 1.799 sertifikat dengan luas mencapai 8,3 juta hektare," imbuhnya.
KPK mengidentifikasi konflik agraria terjadi karena pengukuran tanah sebelumnya masih menggunakan koordinat lokal (berdasarkan tanda alam), belum menggunakan sistem proyeksi TM-3 (turunan sistem koordinat Universal Transverse Mercator), dan terbitnya SK penetapan Kawasan Hutan dan Perda RTRW kawasan hutan setelah HGU terbit.
Fakta tersebut didapati setelah KPK melakukan analisis data terhadap 299 berkas layanan HGU tahun 2021 dari Sistem Komputerisasi Kantor Pertanahan mulai dari pemberian, perpanjangan, dan pembaharuan di 25 provinsi.
"Pada saat yang sama KPK juga melakukan pengujian standar layanan Service Level Agreement (SLA)," ujarnya.
Selama ini, kata Gufron, banyak ditemukan beberapa sertifikat terbit di atas bidang tanah, kemudian dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lalu, BPN sebagai pemangku kepentingan seakan lepas tanggung jawab dan konflik bergulir di pengadilan.
"Ketika ada masalah seakan-akan penyelesaiannya di pengadilan, yang semestinya negara itu profesional mengatakan mana yang benar dan salah. Seakan-akan tidak mau ambil risiko dan rakyat yang berjuang sendirian. Kami berharap ada perbaikan dari teman-teman BPN," ujarnya.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto berujar kajian tersebut merupakan pijakan bagi lembaganya untuk melakukan upaya perbaikan. Dalam waktu dekat, ia menyatakan akan memanggil pihak-pihak yang terlibat untuk memaksimalkan pelayanan agar konflik dapat dihindari.
"Akan saya warning agar pelayanan ke masyarakat membaik. Terima kasih masukan dan apa yang disampaikan ini pasti akan saya tindak lanjuti dan saya cek di lapangan," kata Hadi.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.