Djawanews.com – Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup berpotensi melanggengkan oligarki. Demikian pendapat akademisi Universitas Djuanda Aep Saepudin Muhtar.
"Sistem ini justru berpotensi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) oleh elite partai," katanya dalam diskusi bertajuk "Transformasi Gerakan Mahasiswa Menuju Keemasan Indonesia Tahun 2045" di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu 8 Januari, disitat Antara.
Menurutnya, sistem proporsional tertutup juga akan menyebabkan tidak maksimal nya calon legislatif dalam melakukan kerja-kerja elektoral dalam meraup suara pada Pemilu 2024.
Menurutnya, sistem proporsional tertutup juga akan melemahkan peran partai politik, karena mesin partai hanya bekerja sendiri tanpa dukungan dari para calon legislatif.
"Hal ini tentunya berimbas pada mesin partai yang hanya berjalan sendiri tanpa dorongan dan dukungan dari calon-calon yang memiliki elektabilitas tinggi di masyarakat," ujar Aep dalam seminar yang digagas oleh Aliansi BEM Se-Bogor Barat itu.
Sementara, Koordinator BEM Se-Bogor Barat, M Aminnullah, menyebutkan pihaknya menolak sistem proporsional tertutup karena karena dianggap dapat mencederai nilai-nilai demokrasi.
"Karena bertentangan dengan pasal 1 ayat 2 tentang kedaulatan serta pasal 22e tentang pemilu," katanya.
Menurutnya, sistem proporsional tertutup dapat merebut kedaulatan rakyat karena tidak dapat menentukan siapa yang pantas untuk dapat duduk di bangku parlementer, serta dianggap membatasi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kontestasi Pemilu.
"Partai adalah fasilitator bukan eksekutor, kami aliansi BEM Bogor Barat akan selalu membuka forum-forum diskusi untuk mencari solusi terbaik untuk sistem apa yang digunakan dalam Pemilu 2024," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, sebanyak enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI) mengajukan Uji Materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan tersebut teregistrasi dengan Nomor Perkara 114/PUU-XX/2022.
Apabila gugatan uji materi tersebut dikabulkan MK, maka sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup, di mana dengan sistem tertutup ini para pemilih hanya disajikan logo partai politik di surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif.