Djawanews.com – Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia mengkritik muatan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan. Menurut PBB, KUHP baru masih memuat pasal kontroversial yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Menanggapi hal itu, anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan, PBB berlebihan menyikapi produk undang undang Indonesia. Sebagai negara berdaulat, kata dia, Indonesia harus menentukan kebijakannya sendiri, termasuk KUHP.
"Indonesia adalah negara hukum yang berdaulat dalam menentukan kebijakan sendiri, apalagi berkaitan dengan UU yang digunakan oleh bangsa kita," ujar politikus Partai Golkar itu, Jumat, 9 Desember.
Ketua DPP Golkar itu menegaskan, Indonesia memiliki banyak ahli yang paham akan kebutuhan masyarakat Indonesia, dalam hal ini revisi RKUHP. Namun, kata Dave, jika PBB hendak membantu dengan memberikan masukan, maka Indonesia pun harus terbuka.
Hanya saja, anggota komisi pertahanan itu mewanti-wanti pemerintah dan seluruh pihak agar tidak terpengaruh dan disetor oleh bangsa asing.
"Jangan sampai aturan perundang-undangan kita di-drive oleh asing demi memenuhi agenda asing. Itu yang harus kita jaga," tegas Dave.
Sebelumnya, PBB mengkritik sejumlah pasal dalam KUHP baru tidak sesuai dengan kebebasan fundamental dan HAM.
PBB menilai, perombakan menyeluruh termasuk larangan seks di luar nikah dan hidup bersama pasangan yang belum menikah, dianggap kelompok sipil merupakan ancaman besar bagi hak-hak komunitas LGBTQ di Indonesia.
PBB juga menyebut soal pembaruan untuk pelanggaran terkait penodaan agama. Sementara jurnalis berpotensi terkena jerat hukum kalau menerbitkan berita "yang dapat memicu keresahan".
"Beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers," kata kantor PBB di Indonesia dalam sebuah pernyataan, Kamis, 8 Desember.
"Orang lain akan mendiskriminasi, atau memiliki dampak diskriminatif pada, perempuan, anak perempuan, anak laki-laki dan minoritas seksual, dan memperburuk kekerasan berbasis gender, dan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender," lanjut pernyataan itu.
Kemudian pasal lainnya berisiko "melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial negatif terhadap anggota agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka".
PBB menyatakan, pembaharuan ini diyakini akan membuat lebih berisiko bagi pasangan sesama jenis untuk hidup bersama secara terbuka. Kelompok HAM sebelumnya menganggap kelompok LGBTQ+ telah menghadapi diskriminasi yang meluas dan terdampak peraturan yang anti terhadap lingkaran tersebut.