Djawanews.com – Partai Komunis China telah mengeluarkan "resolusi historis" yang merupakan ringkasan sejarah 100 tahun partai, membahas pencapaian utama dan arah masa depan. Resolusi ini memperkuat status Presiden Xi Jinping dalam sejarah politik.
Resolusi yang disahkan pada sesi pleno keenam pertemuan partai Kamis kemarin, menjadi yang ketiga setelah sebelumnya disahkan pada era Mao Zedong di tahun 1945 dan yang kedua oleh Deng Xiaoping pada tahun 1981 silam. Ini menjadikan Presiden Xo setara dengan pendiri partai Mao dan Deng.
"Sama seperti dua resolusi sebelumnya, (resolusi ini) akan memainkan peran penting dalam membantu menyatukan teori, keinginan dan tindakan partai untuk mencapai kemajuan di masa depan, dan dalam mewujudkan tujuan seratus tahun kedua dan impian besar peremajaan China," ujar pejabat senior partai Qu Qingshan pada konferensi pers pada Hari Jumat, mengutip BBC.
Partai tersebut sebelumnya telah menetapkan dua tujuan seratus tahun; China akan menjadi masyarakat yang cukup makmur pada tahun 2021, dan yang kedua, China akan menjadi negara yang berkembang penuh, kaya dan kuat pada tahun 2049.
Beberapa pengamat melihat resolusi tersebut sebagai upaya terbaru Presiden Xi untuk membalikkan dekade desentralisasi oleh para pemimpin China, yang dimulai di bawah Presiden Deng dan berlanjut melalui para pemimpin lain seperti Jiang Zemin, sebuah tanda China mungkin akan kembali ke apa yang disebut kultus kepribadian.
Sesi tertutup selama empat hari itu mengumpulkan lebih dari 370 anggota penuh dan pengganti dari Komite Sentral ke-19 Partai Komunis, pemimpin tertinggi negara itu.
Itu adalah pertemuan besar terakhir para pemimpin partai menjelang kongres nasional tahun depan, di mana Presiden Xi diperkirakan akan mencoba memeroleh masa jabatan bersejarah untuk kali ketiga sebagai presiden.
Pada tahun 2018, China membatalkan batas dua masa jabatan kepresidenan, yang secara efektif memungkinkan dia untuk tetap berkuasa seumur hidup. Pada dasarnya, ini memperkuat kekuasaan Xi, kata para ahli kepada BBC.
"Dia mencoba untuk menampilkan dirinya sebagai pahlawan dalam epik perjalanan nasional China," ujar Adam Ni, editor China Neican, sebuah buletin tentang urusan China saat ini.
"Dengan mendorong melalui resolusi sejarah yang menempatkan dirinya di pusat narasi besar Partai dan China modern, Presiden Xi menunjukkan kekuatannya. Tetapi dokumen itu juga merupakan alat untuk membantunya mempertahankan kekuatan ini," paparnya
Sementara, Dr. Chong Ja Ian dari Universitas Nasional Singapura mengatakan, langkah terbaru membuat Presiden Xi berbeda dari para pemimpin China sebelumnya.
"(Mantan pemimpin) Hu Jintao dan Jiang Zemin tidak pernah memiliki otoritas terkonsolidasi sebanyak Mr Xi. Namun, tidak jelas apakah mereka memiliki kecenderungan untuk melakukannya, jika dihadapkan dengan peluang serupa," tutur Dr. Chong.
"Tentu saja ada banyak penekanan pada Presiden Xi Jinping sebagai pribadi saat ini. Sejauh mana ia menjadi lebih dilembagakan secara formal adalah apa yang diwaspadai banyak orang saat ini," tandasnya.
Baik Deng maupun Mao, yang meloloskan resolusi sebelumnya, menggunakannya sebagai cara untuk memutuskan hubungan dengan masa lalu.
Resolusi pertama, diadopsi pada pleno partai pada tahun 1945, membantu Mao mengkonsolidasikan kepemimpinannya sehingga ia memiliki otoritas penuh, ketika ia mendeklarasikan pembentukan Republik Rakyat China pada tahun 1949.
Adapun ketika Deng mengambil alih sebagai pemimpin pada tahun 1978, ia memprakarsai resolusi kedua pada tahun 1981, di mana ia mengkritik "kesalahan" Mao selama Revolusi Kebudayaan 1966-1976, yang menyebabkan jutaan kematian. Deng juga meletakkan dasar bagi reformasi ekonomi China.
Namun, tidak seperti resolusi sebelumnya, Presiden Xi malah ingin menekankan kesinambungan dengan resolusinya, kata Ni.
Untuk diketahui, kabar mengeni Presiden Xi datang pada saat China telah menjadi kekuatan global, sesuatu yang hampir tidak terbayangkan beberapa dekade yang lalu.
"Negara ini berdiri pada titik di mana ia sekarang dapat melihat kembali pertumbuhan yang signifikan dalam ekonomi, militer dan pengakuan statusnya sebagai kekuatan utama, dengan PKC serta kepemimpinannya mengakar kuat tanpa oposisi di dalam negeri," urai Dr. Chong.
"Dalam beberapa hal, PKC dengan Presiden Xi di pucuk pimpinannya telah mencapai puncak pencapaian untuk partai dan untuk China," tandasnya.
Namun, politik bisa "mengejutkan", kata para ahli, dan terlepas dari semua bukti bahwa Presiden Xi mempertahankan kepemimpinan di masa mendatang, apa pun bisa terjadi.
"Politik elit China tidak jelas, jadi banyak yang tidak kami ketahui," tukas Ni.