Djawanews.com – Berbicara soal kesamaan antara para ulama Afghanistan yang berafiliasi ke Taliban dengan Nahdlatul Ulama (NU) adalah mereka sama-sama menganut ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), menganut Al-Asy'ari dan Maturidi.
Sedangkan untuk masalah fiqih, mayoritas NU Syafi'iyah dan lebih condong ke Imam Hanafi, serta tarekatnya sama-sama ada aliran Naqsyabandiyah.
"Cuma cara gerakan perjuangannya yang tidak sama. Kalau NU moderat, mereka keras dan radikal. Tapi dasar sikap keras itu bukan karena mazhab Hanafi karena Hanafi itu rasional bukan keras. Sikap radikal dan keras itu lebih karena karakter dan mungkin budaya. Itu pengaruh Wahabi dengan alasan memurnikan dan menegakkan ajaran Islam," papar Ketua Umum PBNU Prof DR KH Said Aqil Siroj dikutip dari detik.com, Senin, 6 September.
Kesamaan itulah yang membuat NU dan Taliban sudah menjalin komunikasi sejak 2010. Atas prakarsa Wakil Ketua PBNU M As'ad Ali yang juga mantan Kepala BIN, tujuh faksi ulama di Afghanistan termasuk dari Taliban untuk pertama kalinya bertemu dan berdiskusi di Hotel Borobudur, Jakarta. Pertemuan kemudian berlanjut di Kabul, Afghanistan.
Dari pertemuan di Kabul itulah, kata Kiai Said Aqil Siroj, NU bersedia menerima 34 orang mahasiswa-mahasiswi Afghanistan untuk belajar di pesantren dan Universitas Wahid Hasyim.
"Tapi saya baru bisa hadir langsung bertemu mereka di Turki pada 2014. Waktu itu PBNU bekerja sama dengan al-Azhar Mesir. Saya sempat berdebat panas dengan seorang ulama Taliban terkait penghormatan terhadap hak-hak perempuan. Tapi dia marah-marahnya pakai Bahasa Afghanistan, jadi saya gak ngerti ha-ha-ha," tutur Kiai Said Aqil Siroj.