Kebijakan Ini Berkaitan dengan Upaya Pemerintah Menekan Angka Defisit BPJS Kesehatan yang Terjadi Beberapa Tahun Belakangan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, kenaikan iuran peserta Badan Penyengenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) merupakan sesuatu yang wajar. Kenapa?
Pasalnya, jumlah iuran BPJS yang terlalu rendah selama ini mendatangkan banyak masalah, dari pelayanan kesehatan yang tidak maksimal hingga difisit keuangan pada BPJS Kesehatan.
“KSP tidak menangani BPJS Kesehatannya, tapi persoalan-persoalan kami tangani, kita pahami untuk itu sangat wajar iuran dinaikan,” tutur Moeldoko.
“Saya tidak ingin ada istilah kesehatan itu murah. Sehat itu mahal. Kalau sehat murah, orang nanti semua menyerahkan ke BPJS. Mati nanti BPJS,” ucapnya.
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berlaku di Semua Kelas
Menurut Moeldoko, kecilnya iuran BPJS Kesehatan saat ini tidak sebanding dengan beban yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, opsi untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk seluruh peserta di semua kelas perlu dilakukan.
“Oh semua kelas, karena antara jumlah urunan dengan beban yang dihadapi oleh BPJS tidak seimbang, sangat jauh,” tuturnya.
Meski demikian, Moeldoko hingga saat ini belum mengetahui besaran kenaikan iuran yang bakal diterapkan. Besaran kenaikan iuran ini nantinya akan dibahas bersama dengan Menteri Keuangan dan pihak lainnya yang terkait.
Dilansir dari Tempo.co, Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN telah mengusulkan besaran kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk anggota mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) kepada pemerintah.
Wakil ketua Komisi Kebijakan DJSN, Ahmad Anshori mengatakan besaran iuran yang diusulkan DJSN untuk kelas 1 Rp 120 ribu.
Dari usulan tersebut, premi kelas 1 tampak yang mengalami kenaikan paling signifikan. Sebelumnya iuran anggota PBPU untuk kelas ini hanya Rp 80 ribu. Sedangkan kelas II diusulkan naik Rp 29 ribu yakni dari semula Rp 51 ribu menjadi Rp 80 ribu.
Selanjutnya, untuk iuran kelas III diusulkan naik Rp 16.500. Bila semula premi untuk kelas ini hanya Rp 25.500, kini DJSN meminta pemerintah mematok menjadi Rp 42 ribu.