Djawanews.com – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dengan Pilkada. Mahfud memperingatkan putusan ini berpotensi menimbulkan persoalan hukum dan struktural.
Hal itu disampaikan Mahhfud dalam sebuah acara di Universitas dr Soetomo Surabaya. Dia menyarankan kebijakan tersebut dikaji ulang.
“Kritik terhadap MK itu sudah banyak sejak dahulu. Jadi, saya kira bagus untuk perkembangan MK ke depan. Setiap kritik itu ditampung lalu dicarikan solusi ilmiahnya," ujar Mahfud MD, Jumat 4 Juni.
Salah satu persoalan paling krusial, menurut Mahfud, adalah soal kekosongan jabatan anggota DPRD.
Dalam sistem pemerintahan, tidak diperbolehkan adanya kekosongan posisi legislatif di daerah, dan juga tidak ada ketentuan tentang penunjukan penjabat atau pelaksana tugas (Plt) untuk DPRD.
Hal ini berbeda dengan kepala daerah, seperti bupati atau gubernur yang bisa diisi oleh penjabat.
“Kalau pemilunya ditunda, padahal masa jabatan DPRD itu tidak boleh kosong. DPRD tidak boleh diisi plt. Kalau bupati atau gubernur bisa penjabat, tapi DPRD bagaimana? Itu saya juga belum tahu apa solusinya dari MK,” tegas Mahfud.
Pemisahan pemilu nasional dan Pilkada memang telah menjadi perdebatan sejak beberapa tahun terakhir. MK, dalam putusan barunya menilai bahwa penyelenggaraan pemilu serentak justru menyulitkan pemilih dan penyelenggara, serta mengaburkan akuntabilitas politik.
Namun, Mahfud MD berpandangan solusi yang ditawarkan MK justru membuka masalah baru dalam tatanan hukum dan politik lokal.
Atas dasar itu, Mahfud MD mendesak agar putusan MK soal pemisahan pemilu nasional ini dikaji kembali secara ilmiah dan konstitusional guna memastikan tidak ada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan keberlangsungan pemerintahan.
Dia menyoroti putusan MK bukan sebagai bentuk penolakan mutlak, melainkan sebagai ajakan berdiskusi secara terbuka dan akademis demi kematangan sistem politik nasional.
Mahfud MD juga berharap MK membuka ruang dialog dengan publik dan pakar hukum tata negara untuk mencari jalan tengah atas polemik ini.