Djawanews - Menteri Sosial Tri Rismaharini dapat kabar soal fenomena anak punk yang ada di Sukabumi, Jawa Barat. Menteri Risma langsung mengirim Balai Residen Galih Pakuan Bogor untuk mengidentifikasi, memetakan serta melakukan kontak awal dengan komunitas punk di sana.
"Komunitas punk yang ada di wilayah ini mayoritas bukan berasal asli Sukabumi. Melainkan berasal dari daerah Cianjur, Bogor, Tangerang dan Bandung," kata Kepala Seksi Penanganan Disabilitas yang mewakili Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, Rahmat Mulyadi, dalam siaran persnya, Senin (3/5/2021).
Mereka menyisir lokasi titik penyebaran komunitas punk. Tim ini dibantu Kang Zilenk, seorang mantan anggota komunitas punk yang sekarang aktif menjadi pegiat sosial. "Titik kumpul komunitas punk di Sukabumi meliputi kawasan Terminal Lama Degung, rel Kereta Api Stasiun Sukabumi, dan belakang pasar Ramayana. Jumlahnya tidak tentu karena sering pindah pindah tempat, bisa mencakup 8 sampai dengan 10 orang," kata Kang Zilenk kepada tim.
Penjangkauan komunitas punk juga dibantu Sakti Peksos Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, Faisal. Dari hasil penjangkauan ini, tim berhasil mengumpulkan enam orang anak punk. Tim kemudian diskusi dengan mereka, soal pengalaman dan harapan.
Dari hasil pertemuan tersebut, dua orang anak yaitu SAP dan MFM diketahui memiliki ketertarikan untuk mengikuti pelatihan steam di Sheltered Workshop Baraya milik Balai Residen Galih Pakuan Bogor. Setelah melalui koordinasi dengan Dinas Sosial setempat, maka SAP dan MFM pun diantar oleh tim ke Sheltered Workshop Baraya di Kota Cimahi. Sebelum berangkat Tim mencoba melakukan konfirmasi terhadap data keduanya terkait penerimaan bantuan yang ada di DTKS, dan setelah dilakukan penelurusan data ternyata keduanya tidak terkonfirmasi di DTKS.
Selama satu minggu berada Sheltered Workshop , SAP dan MFM menjalani proses skrining, asesmen awal dan intervensi pelatihan steam. Hasil skrining menunjukan bahwa SAP dan MFM sama-sama pengguna alkohol dan zat benzodiazephine untuk jenis obat obatan Tramadol dan Heximer.
Baik SAP maupun MFM sebetulnya memiliki keinginan untuk hidup lebih baik, mempunyai pekerjaan sehingga tidak turun ke jalanan. Pelatihan vokasional dan fasilitasi tempat usaha dapat menjadi salah satu alternatif solusi bagi mereka.
Selama berada di Sheltered Workshop , MFM mengaku teringat dengan istrinya yang kini tengah mengandung. "Saya ingat istri saya, saya di sini untuk cari pengalaman, mudah mudahan ini jadi awal yang baik supaya saya dan istri bisa hidup lebih baik lagi" ujar MFM kepada Khodijah selaku petugas pendamping di Sheltered Workshop .