Beberapa alasan Eka Kurniawan menolak Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019 dari Kemendikbud.
Eka Kurniawan merupakan sastrawan Indonesia yang karya-karyanya sudah diakui dunia. Namun hal menggemparkan terjadi, ketika Eka Kurniawan menolak Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Apakah Negara Sungguh-Sungguh Memiliki Komitmen dalam Memberi Apresiasi Kepada Kerja-Kerja Kebudayaan?”
Begitulah tulisan pembuka yang diunggah Eka melalui fans page Facebook pribadinya pada 9 Oktober 2019. Eka Kurniawan pada mulanya mempertanyakan apa yang akan negara berikan kepadanya.
Alasan Eka Kurniawan Menolak Anugerah Kebudayaan
Sebagaimana diketahui hadiah yang bakalan diperoleh dari Kemendikbud (jika Eka Kurniawan menerima Anugerah Kebudayaan tersebut) adalah Rp50 juta, dengan nominal tersebut Eka kembali mempertanyakan kepedulian pemerintah.
“Kok, jauh banget dengan atlet yang memperoleh medali emas di Asian Games 2018 kemarin?” Sebagai informasi, peraih emas memperoleh 1,5 miliar rupiah. Peraih perunggu memperoleh 250 juta. Pertanyaan saya mungkin terdengar iseng, tapi jelas ada latar belakangnya.”
Eka kemudian kembali mengingat kepedulian pemerintah terhadap dunia literasi di Indonesia. Pemberedelan buku di masa lalu (dan masa kini) menjadi keprihatinan Eka, selain itu Eka juga mempertanyakan kembali pelanggaran HAM di masa lalu yang tidak pernah selesai diusut.
Memikirkan ketiadaan perlindungan untuk dua hal itu, tiba-tiba saya sadar, Negara bahkan tak punya komitmen untuk melindungi para seniman dan penulis (bahkan siapa pun?) atas hak mereka yang paling dasar: kehidupan. Apa kabar penyair kami, Wiji Thukul?
Sebagaimana diketahui Wiji Thukul merupakan penyair Indonesia yang aktif pada tahun 90’an. Wiji Thukul kala itu aktif menyuarakan kritik terhadap pemerintah melalui puisi, namun tiba-tiba dirinya menghilang.
Banyak spekulasi jika hilangnya Wiji Thukul adalah kesengajaan yang dilakukan rezim yang berkuasa pada masa itu. Eka Kurniawan pada masa-masa itu merupakan mahasiswa yang mengawal Indonesia reformasi.
Pemaparan Eka Kurniawan terhadap penolakannya Anugerah Kebudayaan ditutup dengan pandangan jika negara belum mengapresiasi kerja-kerja dari kebudayaan, termasuk sastra.
Saya tak ingin menerima anugerah tersebut, dan menjadi semacam anggukan kepala untuk kebijakan-kebijakan Negara yang sangat tidak mengapresiasi kerja-kerja kebudayaan, bahkan cenderung represif.
Mungkin jika bagi sebagian orang awan menganggap sikap yang dilakukan Eka Kurniawan adalah arogansi, hal tersebut juga diakui Eka. Namun sikapnya nampak sebagai suatu bentuk perlawanan.
Suara saya mungkin sayup-sayup, tapi semoga jernih didengar. Suara saya mungkin terdengar arogan, tapi percayalah, Negara ini telah bersikap jauh lebih arogan, dan cenderung meremehkan kerja-kerja kebudayaan.
Sikap Eka Kurniawan menolak Anugerah Kebudayaan adalah suatu perlawanan yang tidak dapat dianggap remeh pemerintah. Sastra yang suaranya ada di dalam rakyat, bukankah sosok yang menakutkan bagi negara (jika melawan)?