Djawanews.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menetapkan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska), Akhmad Mujahidin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) di kampus tersebut. Selain Mujahidin, mantan bendahara pengeluaran Veny Aprilya juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
Tim jaksa penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau langsung melakukan penahanan terhadap Veny Aprilya. Sedangkan Akhmad Mujahidin sudah lebih dulu ditahan dalam perkara korupsi lain.
“Berdasarkan alat bukti yang ditemukan, menetapkan dua tersangka mantan rektor UIN Suska Riau inisial AM saat ini menjalani pidana dan telah ditahan di Rutan. Tersangka kedua bendahara VA dan ditahan di Lapas Perempuan selama 20 hari ke depan,” ungkap Asisten Pidana Khusus Kejati Riau Imran Yusuf, dikutip ANTARA Rabu, 22 November.
Dalam perkara dugaan korupsi ini terdapat peran kedua tersangka dalam pengelolaan keuangan. Berdasarkan hasil auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Riau, ditemukan kerugian negara sebesar Rp7,6 miliar.
Setelah ditetapkan tersangka, tim penyidik akan melengkapi berkas perkara, memanggil kembali saksi, dan memeriksa tersangka.
“Penyidik akan memaksimalkan penyidikan kedua tersangka. Apabila nanti ditemukan fakta baru dan alat bukti adanya pihak lain yang bertanggungjawab, akan menetapkan tersangka ke publik,” tukas Imran.
Sebelumnya diketahui, Mantan Rektor UIN Suska Riau Akhmad Mujahidin juga sudah terjerat perkara korupsi. Ia divonis hukuman penjara selama 2 tahun 10 bulan lantaran terbukti melakukan kolusi dalam pengadaan jaringan internet 2020-2021 saat persidangan di PN Pekanbaru, 18 Januari 2023.
Amar putusan dibacakan Hakim Ketua Salomo Ginting. Mujahidin didampingi kuasa hukum mengikuti jalannya sidang putusan secara teleconference.
"Terdakwa terbukti bersalah melakukan kolusi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun 10 bulan dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan," sebut Hakim Salomo Ginting.
Vonis yang diputuskan majelis hakim lebih ringan 2 bulan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni selama 3 tahun kurungan.