Dilansir dari blog.netray.id: Wacana revisi UU TNI yang diusulkan Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu sempat naik jadi perbincangan publik. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini menginginkan agar anggota TNI boleh ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi dan atas persetujuan Presiden. Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara “Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI-AD (PPAD)” pada Jumat, (5/8/2022).
UU yang dimaksud Luhut adalah UU No 34 tahun 2004 pasal 47 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Usulan tersebut kemudian menuai komentar dari berbagai pihak baik itu warganet, LSM, bahkan pemerintahan sendiri. Netray ingin melihat bagaimana respon warganet terhadap wacana yang digulirkan Luhut di era reformasi ini.
Pantauan Netray di Twitter sepanjang 5-10 Agustus 2022 dengan menggunakan kata kunci luhut && uu tni, revisi && uu tni, dwi fungsi abri, dwi fungsi tni, menemukan bahwa 1,8 ribu twit membicarakan topik ini dengan impresi sebanyak 8,9 ribu reaksi dan menjangkau 26,6 juta akun.
Warganet Twitter tampak lebih banyak memberikan sentiment negatif dibanding sentiment positif maupun netral terhadap wacana Luhut itu. Dapat dilihat pada grafik di atas, cuitan warganet Twitter memuncak pada 6 Agustus sebanyak 823 twit kemudian mulai melandai pada 8 Agustus hingga akhir periode pemantauan.
Dari pantauan Netray, wacana revisi UU TNI ini mulai bergulir Ketika akun Twitter @detikcom mencuitkan berita tersebut. Unggahan ini menjadi twit terpopuler yang kemudian memantik warganet untuk berpendapat serta memberi reaksi untuk topik ini. Warganet beranggapan bahwa wacana tersebut akan mengembalikan dwi fungsi TNI pada era Orde Baru dan mencederai reformasi yang sudah diperjuangkan 24 tahun yang lalu
Selain itu warganet menilai hal tersebut merupakan sebuah usaha untuk menanggulangi perwira TNI tanpa penugasan (nonjob) yang justru akan menjadi beban anggaran pertahanan. Adapula warganet yang cenderung menyerang personal, menganggap Luhut yang sudah lanjut usia tidak layak lagi untuk mengusulkan ini itu dan sudah saatnya untuk istirahat.
Selain warganet, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga menolak keras wacana ini. Melalui utas Twitter yang diunggah pada 9 Agustus 2022, ia menganggap usulan revisi UU TNI merupakan sebuah agenda untuk mengembalikan nilai orde baru secara terang-terangan. Di samping itu, upaya penempatan TNI pada jabatan sipil menunjukkan kegagalan manajerial dalam tubuh TNI. Senada dengan KontraS, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) turut mengecam wacana dari Menkomarves itu.
Sedangkan warganet yang memberi sentiment positif jumlahnya tak begitu signifikan, yakni hanya sebayak 160 twit. Twit positif berasal dari @_mardial_ yang menjadi twit bersentimen positif terpopuler dalam pantauan ini bahkan tidak dapat diartikan positif secara utuh atau bukan sebuah dukungan.
Ia mengomentari artikel yang dibagikan oleh @detikcom. Jika dilihat sebagai kalimat, sentimennya memang positif. Namun bisa jadi hal ini adalah sarkasme jika melihat susunan kata yang ia tekankan menggunakan kalimat kapital berbunyi ORBA. Sehingga seperti kebanyakan warganet lain yang pikirannya tertuju pada Orba ketika merespons wacana revisi UU TNI ini.
Pemantauan Media Massa Isu Luhut Mewacanakan Revisi UU TNI
Dari pantauan media massa nasional dengan menggunakan kata kunci yang sama Netray menemukan 41 berita dari 21 media. Pemberitaan terkait isu ini mulai muncul pada 5 Agustus 2022 dan memuncak pada 9 Agustus 2022 sebanyak 16 berita muncul terkait pernyataan kontroversial yang diucapkan Luhut.
Netray menemukan sebanyak 16 berita menunjukan sentiment negatif atau dapat dikatakan dominan jika dilihat secara total. Sebagian besar pemberitaan cenderung menentang wacana Luhut karena dinilai dapat menghidupkan dwi fungsi TNI seperti pada masa orde baru. Lembaga yang menolak di antaranya adalah KontraS, Imparsial hingga anggota DPR yang turut mengkritik wacana yang digaungkan Luhut tersebut.
Tampaknya dewasa ini warganet Indonesia sudah cukup kritis menghadapi tanda-tanda kembalinya otoritarianisme, mereka tampak paham betul bahwa keterlibatan militer dalam ranah sipil dapat merugikan serta mencederai reformasi yang telah diperjuangkan sejak lama. Sejatinya, demokrasi indonesia saat ini pun masih perlu banyak belajar. Mengingat, indeks demokrasi Indonesia menurut The Economist Intelligence Unit menempati peringkat ke-52 sedunia dan masih termasuk dalam demokrasi yang cacat (flawed democracy).
Demikian pantauan Netray, simak analisis lainnya di analysis.netray.id.
Editor: Winda Trilatifah