Djawanews.com – Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menentang keras usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar semua tempat ibadah di Indonesia di bawah kontrol pemerintah guna mencegah radikalisme. Menurut Hasan, hal itu tidak sesuai dengan prinsip kebebasan beragama.
"Saya menentang keras kontrol negara terhadap semua rumah ibadah di Indonesia. Karena menyalahi prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan," ujar Ace kepada wartawan, Selasa, 5 September.
Menurutnya, masih ada jalan lain dengan pendekatan berbeda untuk mengikis maupun menghilangkan radikalisme yang ditimbulkan lantaran paham agama.
"Kalau pemahaman keagamaan berpotensi menimbulkan tindakan terorisme, sebaiknya ada tindakan pencegahan melalui mekanisme dialog dan pembinaan," sambungnya.
Legislator Golkar dapil Jawa Barat itu menilai usulan tersebut berlebihan karena kebijakan seperti itu seperti zaman kolonial. Ace menilai tidak ada yang perlu dikhawatirkan apabila rumah ibadah digunakan sebagai tempat mengkritik pemerintah.
"Ini sudah kayak zaman penjajahan saja, rumah ibadah dikontrol semuanya oleh pemerintah. Saya kira berlebihan jika tempat ibadah dikontrol Pemerintah atau aparat pemerintah," kata Ace.
"Kalau ada satu atau dua kasus di mana rumah ibadah diduga digunakan untuk mengkritik pemerintah, ya tidak perlu dikhawatirkan. Mengkritik kan tidak harus dimaknai sebagai tindakan radikalisme," imbuhnya.
Ketua DPP Golkar itu mengatakan, jika rumah ibadah dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah atau negara, justru menyalahi semangat kebebasan beragama yang dijamin konstitusi.
"Selain itu, kontrol yang terlalu kuat negara atas kehidupan beragama, berpotensi negara terlalu memaksakan dan intervensi terhadap ranah pribadi dalam beragama," katanya.
Oleh karena itu, Ace mengingatkan BNPT agar semestinya mendeteksi potensi pemahaman agama yang menghalalkan kekerasan, daripada meminta pemerintah mengontrol rumah ibadah.
"Yang terpenting bagi lembaga seperti BNPT adalah mendeteksi potensi pemahaman agama menghalalkan kekerasan dan bertindak merugikan orang lain serta ketertiban sosial. Apa pun agamanya," pungkasnya.
Sebelumnya, BNPT mengusulkan semua tempat ibadah dikontrol oleh pemerintah agar tidak menjadi tempat berkembangnya radikalisme. Usulan ini disampaikan Kepala BNPT, Rycko Amelza Dahniel, dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin, 4 September.
Rycko menjelaskan, perlu adanya mekanisme kontrol terhadap penggunaan dan penyalahgunaan tempat-tempat ibadah yang digunakan untuk penyebaran paham radikalisme. Dia bilang, BNPT sudah melakukan studi banding di negeri jiran Singapura dan Malaysia, serta ke negara-negara yang jauh, yakni di Oman, Qatar, Arab Saudi, serta Maroko.
"(Di negara-negara itu) semua masjid, tempat ibadah, petugas di dalam yang memberikan tausiyah, memberikan khotbah, memberikan materi, termasuk kontennya di bawah kontrol pemerintah," jelas Rycko.
Karena itulah, Rycko mengusulkan agar ada mekanisme kontrol serupa di Indonesia. Tidak khusus untuk masjid saja, melainkan juga untuk semua tempat ibadah dari agama apapun di Indonesia.
"Kita perlu memiliki sebuah mekanisme untuk melakukan kontrol terhadap seluruh tempat ibadah, bukan hanya masjid, tapi semua tempat peribadatan kita. Siapa saja yang boleh memberikan, menyampaikan konten di situ, termasuk mengontrol isi daripada konten supaya tempat-tempat ibadah kita ini tidak dijadikan alat untuk menyebarkan ajaran-ajaran kekerasan, ajaran-ajaran kebencian, menghujat golongan, pimpinan, bahkan menghujat pemerintah," tandasnya.