Djawanews - Musuh dunia saat ini bukan hanya menanggulangi pandemi Covid-19. Tapi perubahan perubahan iklim atau climate change juga memiliki dampak yang sangat dahsyat sehingga dunia harus berkontribusi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
"Saat ini dunia dihadapkan pada ancaman yang katastropiknya, dampaknya, konsekuensinya yaitu climate change. Kita sudah melihat berbagai studi menunjukkan dampak dari climate change itu akan sangat dahsyat," papar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam webinar Climate Change Challenge yang diselenggarakan Universitas Indonesia (UI), Jumat (11/6/2021).
Contoh dari dampak perubahan iklim, mencairnya es di kutub utara dan selatan. Belum lagi kemarau panjang atau hujan deras yang turun berlebihan dalam durasi waktu lama.
Bahkan kata Menkeu, merujuk pada laporan yang digunakan sebagai referensi dalam pertemuan climate change dunia, saat ini suhu dunia 1,1 derajat celsius lebih hangat dibandingkan masa pra-industrialisasi.
Kata Sri Mulyani, meskipun semua negara melaksanakan Nationally Determined Contribution (NDC) dalam Paris Agreement untuk menurunkan emisi karbon, dunia tidak akan terhindar dari kenaikan suhu.
“Dunia akan tetap meningkat suhunya menjadi 3,2 derajat celsius dibandingkan pra-industri pada 2030. Ini berarti akan melewati batas yang oleh para ahli disebutkan kenaikan suhu maksimal yang bisa ditahan bumi yaitu 1,5 hingga 2 derajat celsius,” jelas Sri Mulyani.
“Perlu target yang lebih ambisius. Kita terus melakukan keselarasan kebijakan-kebijakan untuk mencapai komitmen (Paris) tersebut atau bahkan lebih ambisius,” ujarnya.
Sri Mulyani menyampaikan Indonesia sebagai negara yang besar diminta untuk berperan aktif di dunia internasional dalam meminta komitmen negara-negara tetangga dan negara-negara maju dalam memenuhi konsekuensi sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan transformasi dari high carbon menjadi low carbon atau bahkan zero carbon emission.