Djawanews - Karyawati di perusahaan kosmetik melaporkan atasannya ke Kepolisian Polres Bekasi karena diduga menjadi Staycation Kontrak Kerja yang viral di media sosial.
Karyawati itu melapor ke polisi didampingi anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Obon Tabroni, dan kuasa hukum. Korban turut melampirkan data dan bukti-bukti yang ada saat membuat laporan.
"Kita ingin dia, pelapor ini, ada kepastian, terutama bagi si pelaku dan itu ranahnya ranah hukum. Dengan data yang ada, bukti-bukti yang ada, hari tadi saya mendampingi korban untuk lapor ke Polres Metro Bekasi," kata Obon, Sabtu (6/5).
Obon menuturkan korban bekerja di sebuah perusahaan kosmetik di kawasan Jababeka, Kabupaten Bekasi. Terlapor adalah atasan korban selevel manajer.
"Terlapor laki-laki, bosnya, manajer," ucapnya.
Karyawati tersebut menyampaikan kerap diajak 'staycation' oleh bosnya. Hal itu terjadi terutama menjelang kontrak kerja habis.
"Nah, kontrak kemarin kan harusnya masih kontrak nih, kayaknya kesal juga korban ini selalu gitu-gitu. Nah, kemudian dia menolak terus, sehingga Senin itu kontrak kedua atau ketiga itu tidak diperpanjang, akhirnya (korban) bereaksi," kata Obon.
"Dia kan selalu diajak kalau kontraknya mau habis 'kita jalan yuk', 'bareng-bareng aja pak sama temen-temen yang lain', ya dia nggak mau, hanya selalu mau dengan orang yang dipilih itu yang good looking-lah," tambahnya.
Obon mengapresiasi keberanian korban melaporkan hal ini ke polisi. Obon juga berharap polisi mengusut tuntas kasus ini.
Dihubungi terpisah, Kapolres Metro Bekasi Kombes Tweddy Bennyahdi membenarkan adanya laporan korban tersebut. Namun, pelapor belum bisa dimintai keterangan.
"Ya, sudah lapor ke SPKT, tapi pelapor belum mau diambil keterangan lebih lanjut. Jadi sampai saat ini baru sebatas melapor ke SPKT," kata Tweddy.
Tweddy meminta kesediaan pelapor untuk memberikan keterangan agar proses penyelidikan bisa dilakukan secara maksimal.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Indonesia (Kemenkum HAM) menyebutkan perusahaan yang mensyaratkan karyawati staycation dengan bos demi memperpanjang kontrak kerja terancam denda hingga Rp1 miliar.
Direktur Jenderal HAM Dhahana Putra mengatakan jika hal tersebut memang benar, itu bukan hanya pelanggaran hukum tapi juga permasalahan HAM terhadap pekerja perempuan. Dalam hal ini, perusahaan bisa dikenakan sanksi berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Pada pasal 12 dan 13 UU TPKS sangat jelas memberikan ancaman serius bagi pihak yang melakukan penyalahgunaan wewenang untuk mendapatkan keuntungan berupa eksploitasi seksual," kata Dhahana.