Djawanews.com – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat jumlah anak-anak terbunuh akibat serangan Israel di Gaza lebih banyak dibandingkan jumlah total anak yang tewas karena konflik di seluruh dunia dalam empat tahun terakhir.
Dalam laporan yang disampaikan kepada PBB, Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki Israel, mengecam krisis yang sedang berlangsung di Gaza, dan menggambarkannya sebagai proses sistematis yang sama saja dengan genosida.
Laporan Albanese itu menggarisbawahi kenyataan mengerikan yang dihadapi anak-anak Palestina di bawah pendudukan Israel, dan menyoroti dampak buruk konflik tersebut.
"Menghancurkan suatu populasi dari akarnya. Genosida adalah proses, bukan sebuah tindakan, dan apa yang terjadi di Gaza adalah suatu tragedi yang sudah diramalkan. Lihat laporan saya tentang perlakuan terhadap anak-anak Palestina di bawah pendudukan Israel," tulis Albanese di media sosial X dilansir ANTARA dari Anadolu, Kamis, 14 Maret.
Dalam unggahannya, Albanese memperlihatkan jumlah anak yang tewas karena serangan Israel di Gaza dari periode Oktober 2023 sampai Februari 2024 mencapai 12.300, sedangkan konflik dunia sejak 2019 telah menewaskan 12.193 anak.
Laporan tersebut merinci serangan tanpa henti terhadap penduduk sipil Gaza, khususnya anak-anak, yang merupakan pihak paling terkena dampak kekerasan tersebut.
Temuan Albanese memberikan gambaran yang meresahkan mengenai penargetan sistematis, pemboman tanpa pandang bulu, dan penghancuran infrastruktur penting, menyebabkan banyak keluarga mengungsi dan komunitas menjadi hancur, demikian dilansir Anadolu.
Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan roket besar-besaran ke Israel dari Gaza dan menerobos perbatasan. Serangan itu menewaskan 1.200 orang dan Hamas menyandera 240 orang lainnya.
Israel lalu membalas dengan serangan habis-habisan, memblokade penuh Gaza, melancarkan serangan darat di dalam wilayah kantong Palestina itu untuk "menumpas pejuang Hamas dan membebaskan sandera".
Tercatat 31.100 orang telah tewas di Jalur Gaza dan lebih dari 73.000 lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan bahan pokok.
Pada 24 November, Qatar memediasi perundingan antara Israel dan Hamas untuk pertukaran tahanan dengan sandera dan gencatan senjata, yang memungkinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza. Gencatan itu diperpanjang beberapa kali dan berakhir pada 1 Desember.
Lebih dari 100 orang diyakini masih disandera oleh Hamas di Gaza.
Putusan sela Mahkamah Internasional pada Januari memerintahkan Israel untuk menghentikan aksi genosida dan mengambil tindakan yang dapat menjamin bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.