Presiden Jokowi Dikenal sebagai Pemimpin yang Memegang Teguh Pepatah Jawa, Termasuk Pepatah Jawa ‘Lamun Sira Sekti, Aja Mateni’.
Seperti yang diketahui, Presiden Jokowi memang dikenal sebagai sosok yang memegang teguh pepatah Jawa.
Beberapa hari lalu, presiden Jokowi mengunggah pepatah Jawa di akun media sosialnya, Sabtu (20/7). Pepatah Jawa yang diunggah Jokowi berbunyi ‘Lamun Sira Sekti, Aja Mateni.
Postingan tersebut ditampilkan dalam sebuah gambar bergerak berlatar belakang warna cokelar yang menunjukkan adanya tokoh pewayangan sedang memberikan padi ke sosok petani.
Jokowi juga memberikan caption yang tertulis ‘Zaman sudah semakin maju, tapi kita tetap mengingat pesan-pesan bijak dan agung para leluhur’.
Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP), Eko Sulistyo menjelaskan, “lamun sira sekti, aja mateni” dimana pepatah itu memiliki artian langsung “Meski Anda sakti, jangan membunuh”.
“Bila dialihbahasakan, lamun sira sekti, aja mateni itu artinya, dia punya kekuasaan, tapi tidak lantas kemudian akan bertindak semena-mena,” ujar Eko.
Jokowi Ingin Belajar dari Pak Harto?
Jika dikaitkan dengan konteks situasi politik hari ini, artinya Presiden Jokowi berikrar tidak akan bertindak semena-mena meski ia adalah pemenang Pilpres 2019. Presiden Jokowi tidak ingin merendahkan rivalnya di Pilpres 2019 yang kalah, Prabowo Subianto.
“Meskipun beliau sebagai pemenang, beliau tidak merendahkan. Ini pesan moral dari nilai kepemimpinan Jawa,” lanjut Eko.
Hal ini juga disampaikan Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto. Menurut Hasto, Jokowi ingin menekankan bahwa sebagai pemenang Pilpres 2019, ia tidak akan berlaku sewenang-wenang menggunakan kekuasaannya.
“Lamun Siro Sekti, Aja Mateni itu artinya mengandung pesan-pesan kemanusiaan dari Presiden Jokowi. Bagaimanapun juga kekuasaan tidak boleh dipakai untuk menindas,” tutur Hasto.
Hasto menyebut, Indonesia beruntung meiliki sosok pemimpin yang memedomani nilai-nilai leluhur Jawa tersebut. Menurutnya, memang sudah seharusnya kekuasaan dipakai untuk merangkul seluruh elemen masyarakat.
“Kita belajar dari 32 tahun Pak Soeharto ketika kekuasaan dipakai dengan otoriter, dengan menggunakan segala daya upaya kesaktian negara, akhirnya rakyat mengammbil sebuah langkah yang sangat tegas,” ujar Hasto.