Djawanews.com – Sekitar sebulan yang lalu, terlihat di media sosial unggahan foto dari Kementerian Pertahanan Afghanistan yang memperlihatkan tujuh helikopter baru saja tiba di Kabul. Helikopter tersebut dikirim oleh Amerika Serikat (AS).
"Mereka akan terus melihat dentuman keras dari dukungan semacam itu, ke depan," kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin kepada wartawan beberapa hari kemudian di Pentagon, mengutip Reuters Kamis 19 Agustus.
Namun, beberapa minggu kemudian, Taliban telah merebut sebagian besar negara itu, serta semua senjata dan peralatan yang ditinggalkan oleh pasukan Afghanistan yang melarikan diri.
Video menunjukkan, Taliban yang mengusai Kabul pada Minggu 15 Agustus, memeriksa barisan panjang kendaraan dan membuka peti senjata api baru, peralatan komunikasi, dan bahkan pesawat tak berawak militer.
"Segala sesuatu yang belum dihancurkan adalah milik Taliban sekarang," seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonim.
Pejabat AS saat ini dan seorang mantan pejabat mengatakan, ada kekhawatiran senjata itu akan disita oleh kelompok militan lain seperti ISIS, untuk menyerang kepentingan AS di kawasan itu, atau bahkan berpotensi diserahkan kepada musuh AS, termasuk China dan Rusia.
Pemerintahan Presiden Joe Biden sangat prihatin dengan 'jatuhnya' senjata-senjata tersebut ke tangan Taliban, sehingga sedang mempertimbangkan sejumlah opsi untuk mengatasi masalah ini.
Para pejabat mengatakan meluncurkan serangan udara terhadap peralatan yang lebih besar, seperti helikopter, belum dikesampingkan, tetapi ada kekhawatiran ini akan menyebabkan Taliban 'memusuhi' Amerika Serikat pada saat bersamaan.
Pejabat lain mengatakan, sementara belum ada angka pasti, penilaian intelijen saat ini meyakini Taliban mengendalikan lebih dari 2.000 kendaraan lapis baja, termasuk Humvee AS, dan hingga 40 pesawat yang berpotensi termasuk UH-60 Black Hawk, helikopter serang pengintai dan drone militer ScanEagle.
"Kami telah melihat pejuang Taliban yang dipersenjatai dengan senjata buatan AS yang mereka sita dari pasukan Afghanistan. Ini menimbulkan ancaman signifikan bagi Amerika Serikat dan sekutu kami," ujar politis Partai Republik Michael McCaul yang duduk dalam Komite Urusan Luar Negeri DPR AS melalui surat elektronik.