Selain pesta kembang api, akhir tahun 2019 juga akan ditutup dengan kembang api alami di langit. Hal tersebut dikarenakan pada tanggal 13—14 Desember 2019 merupakan puncak hujan Meteor Geminid.
Dilansir dari Kompas, hujan Meteor Geminid adalah fenomena langka yang terjadi, setidaknya sekitar 120 meteor tiap jamnya akan menghiasi langit malam. Fenomena tersebut dapat dilihat menggunakan mata telanjang, namun dengan syarat langit malam cerah, tidak tertutup awan, dan tidak tertutup sinar bulan.
Dapatkah Melihat Hujan Meteor Geminid di Indonesia?
Di Indonesia, fenomena hujan meteori Geminid sebenarnya dapat dilihat dengan mata telanjang, akan tetapi sebagaimana syarat di atas yaitu kondisi langit harus sangat cerah yang harus dipenuhi.
Indonesia yang saat ini memasuki musim hujan dengan cuaca ekstrim sepanjang November—Desember, tentu membuat langit berawan dan membuat sulit melihat fenomena langka tersebut. Selain itu, meskipun langit cerah namun hujan meteor akan tetap sulit dilihat karena akan terganggu cahaya bulan purnama.
Hujan meteor yang sudah muncul sejak 4 Desember 2019 tersebut, nampaknya memang akan sulit diamati dengan mata telanjang. American Meteor Society (AMS) menyatakan jika pada saat ini bulan purnama yang 96 persen hampir penuh, membuat hujan meteor sulit diamati.
Cahaya bulan yang terlampau terang akan membuat benda-benda langit di malam hari menjadi kabur. AMS juga menyatakan jika normalnya di pedesaan (dengan langit yang bersih) dapat melihat sekitar 100 meteor geminid per jam, maka pada tahun ini hanya 20 meteor yang akan terlihat.
Proses Terbentuknya Meteor Geminid
Dilansir dari Wikipedia Geminid merupakan fenomena hujan meteor yang disebabkan oleh asteroid 3200 Phaethon (yang dianggap para ilmuan asteroid Palladian). Geminid adalah satu-satunya hujan meteor yang tidak berasal dari komet.
Meteor Geminid akan bergerak dengan lambat dan mencapai puncak setiap tanggal 14 Desember. Intensitas tertinggi dari hujan meteor ini terjadi pada pagi hari sekitar pukul 02.00 hingga 03.00 waktu setempat.
Berdasarkan sejarahnya, meteor Geminid sudah diamati untuk pertama kalinya pada tahun 1862. Pengamatan tersebut dapat digolong kan baru dibandingkan pengamatan hujan meteor lainnya seperti Perseids (36 masehi) dan Leonids (902 masehi).
Kemudian berdasarkan proses terjadinya, Meteor Geminid diakibatkan serpihan benda luar angkasa (meteoroid) ketika akan memasuki atmosfer Bumi. Meteorid yang memiliki kecepatan sangat tinggi, akan hancur lebur saat bertabrakan dengan atmosfer bumi, sehingga ukuran meteor yang berhasil memasuki orbit bumi hanya berukuran sangat kecil.
Jika dapat dilihat, hujan Meteor Geminid memiliki warna cerah pekat dan tampak memiliki garis-garis cahaya yang umumnya berasal dari satu titik di langit. Cahaya tersebut disebut sebagai “pancaran”.