Djawanews.com – Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak menyoroti pencabutan penerimaan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) yang banyak dikeluhkan masyarakat.
Menurut Jhonny, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono tidak memiliki kepekaan dalam menyelesaikan masalah dengan memprioritaskan kepentingan masyarakat.
"Pak Heru Budi ini saya lihat enggak punya sense of crisis. Pendekatan dia, bagaimana pengehematan dana kita. Tapi dia tidak (melihat) akibatnya. Ada orang yang kepentingannya terganggu, khususnya kepentingan orang kelas bawah," kata Jhonny kepada wartawan, Kamis, 7 Maret.
Dalam penyusunan APBD tahun anggaran 2024, Jhonny menyebut Pemprov DKI mengurangi anggaran bantuan pendidikan dengan alasan penghematan kas daerah.
Anggaran khusus penyaluran KJMU pada tahun 2024 sebesar Rp180 miliar. Padahal, tahun 2023, anggaran tersebut mencapai Rp360 miliar.
"Jadi Pak Heru Budi ini tidak punya upaya terobosan. Dia lebih banyak bermain di penghematan-penghematan yang berakibat ke orang-orang miskin," tegas Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta tersebut.
Atas dasar itu, Jhonny menyebut Komisi E akan menggelar rapat kerja yang meminta Pemprov DKI terutama Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengklarifikasi masalah pencabutan KJMU tersebut.
Sejak kemarin, media sosial diramaikan oleh keluhan-keluhan mahasiswa yang tak lagi tercatat sebagai penerima KJMU bantuan uang Rp9 juta per semester yang disalurkan Pemprov DKI.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono buka suara. Heru tak menjelaskan soal pengurangan anggaran. Yang diakui adalah terdapat perubahan data penerima KJMU tahap 1 tahun 2024 karena mekanisme baru dalam penggunaan sumber datanya.
Sumber data yang dimaksud salah satunya adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) per Februari dan November 2022, serta per Januari dan Desember 2023 yang disahkan oleh Kementerian Sosial.
Penyingkronan data kepemilikan aset dan kendaraan ini juga masuk dalam perbaharuan DTKS.
"Data dari Pemda DKI tentunya sinkron dengan data dari Kemensos. Itu kita padankan. Jadi, data DTKS di Jakarta basis datanya adalah dari DKI hasil rembug masyarakat. Itu masuk, dipadupadankan dengan DTKS," ungkap Heru.
Kemudian, data tersebut dipadankan dengan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Masuk DTKS, langsung dipadankan lagi dengan data Regsosek. Nah, itulah yang menjadi panduan kita semua untuk mengambil sebuah kebijakan," tambahnya.