Djawanews.com – Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto menilai jika majelis hakim PN Jakpus bisa dijatuhi sanksi pidana karena putusan mereka memerintah KPU untuk menunda Pemilu 2024. Menurut Agus, putusan yang mengabulkan gugatan Partai Prima tersebut bisa diartikan upaya untuk gagalkan Pemilu 2024.
"Ini agak unik karena sama-sama aneh, putusan PN ini aneh. Maka menurut saya bukan tidak mungkin hakim ini dapat disanksi pidana Pasal 516 UU Pemilu karena ini menggagalkan pemilu," kata Agus dalam forum FGD di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (9/3).
Dia berpendapat putusan PN Jakarta Pusat itu inkonstitusional lantaran bertentangan dengan UUD 1945, UU Pemilu, UU Administrasi Pemerintahan, dan UU Kekuasaan Peradilan terkait kompetensi absolut.
Putusan PN Jakarta Pusat tersebut dinilai juga berpotensi batal demi hukum, sehingga putusan itu bisa dianggap tak pernah ada dan tidak perlu dilaksanakan KPU.
Selain itu, Agus menyinggung sejumlah kondisi yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Ia mencatat pada 2018 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 30/PUU-XVI-2018.
Putusan MK kala itu mengatakan calon anggota DPD tidak boleh berasal dari anggota partai politik. Namun, kemudian muncul putusan MA nomor 65/P/HU/2018 yang menyatakan sebaliknya.
Agus menyinggung pula putusan MA nomor 15P/HUM/2009 yang saat itu mengatur tata cara penetapan perolehan anggota kursi DPR dan DPRD oleh KPU bertentangan dengan UU Pemilu.
"Tapi tiba-tiba ada putusan MK yang mengatakan membenarkan tata cara yang dilakukan oleh KPU. Apa yang dilakukan KPU pada waktu itu? KPU memilih melaksanakan putusan MK," ujar Agus.
"Bagaimana kalau putusan ini kemudian dibenarkan oleh Pengadilan Tinggi sampai ke MA? Tidak usah khawatir, KPU pernah punya pengalaman itu, dan tidak melaksanakan putusan MA, sampai hari ini tidak ada yang protes itu, biasa-biasa saja," imbuhnya.
Bertalian dengan putusan majelis hakim, Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menegaskan putusan penundaan tahapan Pemilu 2024 itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah lantaran KPU menyatakan banding.
Selain itu, Juru Bicara Mahkamah Agung Suharto menegaskan majelis hakin PN Jakarta Pusat tak bisa disalahkan soal putusan tersebut. Menurutnya, hakim memiliki independensi dalam membuat atau menjatuhkan putusan suatu perkara.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.