Djawanews.com – Hakim Konstitusi, Arief Hidayat mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menghadirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) karena statusnya sebagai kepala negara. Menurutnya, kurang elok menghadirkan presiden dalam sidang sengketa pemilu.
"Memanggil kepala negara presiden RI kelihatannya kan kurang elok karena presiden sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan," ujar Arief dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat, 5 April.
Terlebih, presiden merupakan simbol negara yang harus dijunjung tinggi. Sehingga mahkamah menilai lebih baik untuk menghadirkan para pembantunya dalam pemerintahan.
"Karena presiden sebagai kepala negara, simbol negara yang harus kita junjung tinggi oleh semua stakeholder, maka, kita memanggil para pembantunya, dan pembantunya ini yang terkait dengan dalil pemohon," sebutnya
Keputusan tak menghadirkan presiden itupun sebagai bentuk jawaban dari mahkamah terhadap permohonan dari kubu Ganjar-Mahfud.
Di mana, pada dalil permohonan, disebutkan adanya dugaan cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi untuk mendongkrak elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran.
"Nah yang terutama mendapat perhatian yang sangat luas dan kemudian didalilkan oleh pemohon itu cawe-nya kepala negara," kata Arief.
Seperti diketahui, Majelis Hakim MK memanggil empat menteri Jokowi hari ini terkait perkara gugatan hasil Pilpres 2024.
Para menteri tersebut dipanggil untuk dimintai keterangan oleh hakim MK berkaitan dengan gugatan yang diajukan oleh kubu Anies-Muhaimin dan kubu Ganjar-Mahfud.
Keduanya menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK lantaran merasa banyak terjadinya kecurangan.