Djawanews.com – Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengungkapkan kedekatan antara Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri. Gus Yahya menyebut kedekatannya keduanya seperti kakak beradik.
Gus Dur dan Megawati dinilai sebagai ikon perlawanan terhadap rezim Orde Baru yang banyak berbagi terkait nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan.
Momen-momen di mana digambarkan terjadi gesekan antara keduanya merupakan hal wajar dalam politik. Oleh Gus Yahya, Gus Dur dianggap sebagai sosok pejuang kemanusiaan yang tidak hanya memperjuangkan kelompok Islam, melainkan seluruh lapisan masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Gus Yahya, sapaan akrab KH Yahya Cholil Staquf dalam serial Inspirasi Ramadan 2022 “Inspirasi Keteladanan Gus Dur” yang ditayangkan melalui akun Youtube BKN PDI Perjuangan, Selasa, 5 April.
Dipandu oleh host Syafril Nazirudin, selain menceritakan ide-ide serta keteladanan yang dapat diambil dari Gus Dur, Gus Yahya juga meluruskan anggapan-anggapan di media sosial hari ini yang banyak mempertontonkan seolah-olah Gus Dur dan Megawati terus menerus berkonflik bahkan berbeda pendapat.
“Gus Dur kenal dengan Iu Mega sudah sejak lama, seperti kakak adik hubungannya, sudah puluhan tahun saling mengenal, dan ada banyak hal yang beliau berdua berbagi, artinya pemikiran yang sama di antara beliau berdua, namun mungkin saja dalam politik praktis ada gesekan-gesekan, itu yang sangat wajar," terang Gus Yahya.
Tak hanya Megawati, Gus Yahya menyebut Gus Dur dekat dengan Soeharto meski banyak hal yang membuat perbedaan tajam antara keduanya. Dalam perjalanan politik, wajar saja bila ada gesekan, silang pendapat atau perbedaan antara Gud Dur dan Megawati.
"Karena memang politik kan seperti itu, politik itu muamalah, dan di dalam wacana Fiqih itu seperti orang lain yang tidak ada hubungan sama sekali. Seperti contoh transaksi dagang dengan saudara kandung dalam fiqih pun harus dilakukan secara objektif dan itu sama halnya seperti politik,” kata Gus Yahya.
Ihwal keteladanan Gus Dur, Gus Yahya menceritakan pengalamannya saat mendampingi Gus Dur sebagai juru bicara kepresidenan saat menjabat Presiden Republik Indonesia.
Menurutnya, Gus Dur adalah seorang tokoh intelektual besar yang dibentuk oleh keluasan pengetahuan dan pengalaman hidupnya. Gus Dur dinilai sebagai seorang penjelajah di dalam ilmu karena ia mempelajari semua ilmu tidak hanya terbatas pada wawasan-wawasan Islam.
Gus Yahya juga menilai, Gus Dur ditempa dalam pengalaman hidup di mana ia berhadapan dengan berbagai macam krisis terkait masalah-masalah besar yang dialami oleh umat Islam, oleh bangsa dan negara. Maka, Gus Dur kemudian terbentuk menjadi seorang pemimpin yang sungguh-sungguh mencintai bangsa, mencintai umat, dan mencinta kemanusiaan.
“Kesan yang saya dapatkan adalah saya yakin sekali beliau itu waliyullah (wali Allah). Itu yang paling mendalam dan cara yang paling singkat mendeskripsikannya ketiak saya mendampingi beliau di Istana,” ujar Gus Yahya.
“Saya mengenal Gus Dur sejak lama, dan saya juga mengalami perubahan berkat Gus Dur, saya berubah dulu sekitar tahun 70an ada suasana baik domestik maupun global ketika islam berada dalam posisi konfliktual dihadapkan dengan aktor-aktor lain, aktor-aktor kekuasaan. Di domestik berhadapan dengan rezim orde baru, sehingga menjadikan Islam sebagai ideologi perlawanan, namun Gus Dur dengan wacana-wacana yang beliau bangun, dengan ketekunan beliau untuk membina anak-anak muda seperti saya, itu berhasil mengubah mindset saya dan kawan-kawan generasi saya untuk berpkir cara lain, daripada melawan untuk menghancurkan, kenapa kita tidak menyumbang, berkontribusi untuk menyempurnakan saja? Ini prinsip mendasar dari Gus Dur,” lanjut Gus Yahya