Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi pengajuan anggaran lem Aibon. Ia menganggap kejadian ini karena sistem yang ada.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya buka suara terkait pengajuan anggaran lem Aibon yang mencapai miliaran rupiah. Menurutnya, kesalahan ada pada sistem anggaran warisan gubernur terdahulu. Sistem tersebut yang menyebabkan anggaran aneh-aneh semacam lem Aibon dalam APBD DKI.
Anies menyatakan, penyebab utama munculnya anggaran aneh secara berulang karena sistem digital yang tidak pintar atau smart. Ia juga sempat mengatakan. Setiap tahun selalu muncul angka yang aneh-aneh.
“Saya cek, jadi tiap tahun selalu muncul angka yang aneh-aneh. Kalau sistemnya smart maka dia akan melakukan kalkulasi, kegiatan A B C D E F G, itu enggak logis kalau dilakukan dengan angka yang tidak proporsional,” ungkap Anies saat berada di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Anies Baswedan Salahkan Gubernur Sebelumnya
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menilai, sistem yang tidak pintar ini digunakan di era gubernur sebelumnya. Bahkan, Anies mengaku sempat menemukan kejanggalan dalam anggaran belanja alat tulis kantor (ATK) di dinas yang mencapai Rp 1,6 triliun. Menemukan kejanggalan itu ia memutuskan untuk tak mencari panggung dengan memarahi anak buahnya.
“Kalau diumumkan hanya menimbulkan kehebohan,” ungkapnya.
Mantan staf Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Ima Mahdiah sempat menepis pernyataan Anies baswedan. Menurutnya, sistem yang dulu tidak ada masalah. Bahkan di era dulu mendapat penghargaan dari dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dan dicontoh oleh kota-kota lain.
Menurut Ima, justru kesalahan ada pada Anies Baswedan sendiri, bukan gara-gara sistem e-Budgeting warisan Ahok. Ia menilai Gubernur yang sekarang tidak memonitor anak buahnya.
“Ini kan masalahnya Pak Anies yang tidak monitor anak buahnya menyusun anggaran. Malah menyalahkan sistem e-Budgeting,” ujar Ima, Kamis (31/10/2019).
Sistem penganggaran elektronik, kata Ima, justru memudahkan Anies dalam mengelola anggaran. Ia juga tak sepakat dengan Anies yang mengatakan bahwa pemeriksaan manual hanya dapat diketahui lewat pemeriksaan manual. Di era Ahok pelacakan dapat dilakukan oleh sistem anggaran itu sendiri. Bahkan sistem penyisiran manual tetap dilakukan.
“Sebenarnya e-Budgeting ini kalau mau input atau mau beli apa, sistem bisa blokir barang apa yang nggak boleh diinput atau dibeli. Ini guna menghilangkan proyek titipan dan mark-up anggaran,” tambahnya lagi.
Terlepas dari siapa yang salah, Anies Baswedan berjanji akan menuntaskan reformasi sistem menjadi smart system. Dengan begitu, sistem akan secara otomatis menolak verifikasi jika data dalam algoritma tidak sesuai. Penerapan smart system di DKI Jakarta akan ditargetkan pada tahun 2020.