Djawanews.com – Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengenalkan Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata heritage berbasis ekonomi budaya di Kota Yogyakarta. Salah satunya melalui media benda pos yaitu prangko. Hingga akhirnya Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta sukses meluncurkan seri prangko Malioboro pada Rabu, (07/06/23) bertempat di Hotel Phoenix.
Peluncuran resmi Prangko seri Malioboro merupakan inisasi Pemerintah Kota Yogyakarta yang kemudian diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Acara peresmian prangko Rabu (07/06/23) disaksikan langsung oleh KGPAA Paku Alam X Wakil Gubernur D.I.Yogyakarta, Wayan Toni Supriyanto Direktur Jendral Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo, Faizal R. Djoemadi Direktur Utama PT Pos Indonesia, Singgih Raharjo Pj Walikota Yogyakarta, Tokoh Filateli Yogyakarta Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Paku Alam.
Demi mewujudkan misi itu, Pemerintah Kota Yogyakarta menggandeng berbagai tim ahli dari berbagai latar belakang baik akademisi sejarah Dr. Sri Margana, M.Hum, arsitektur urban design Ir. Ika Putra, M.Eng.P.hD., antropologi Ni Made Purnamasari, seniman Dr. Suwarno Wisetrotoemo, M.Hum, dan kurator Fajar Widjanarko,S.S.
"Malioboro merupakan sebuah kawasan bertemunya berbagai kepentingan, maka perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk mengenalkan Malioboro dari berbagai sudut pandang”, kata Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, S.Sos, M.M.
“Inisiasi pernerbitan prangko oleh Pemerintah Kota Yogyakarta ditindaklanjuti melalui proses kerja yang pararel dari Desember 2022 hingga akhirnya terbitlah tiga visual seri prangko Malioboro dengan QR Code . Diawali dengan kegiatan Focus Group Discussion dengan menghadirkan tim ahli dan mengundang Tim Ahli Cagar Budaya, Perkumpulan Filateli Indonesia, Komunitas Postcrossing, komunitas sejarah, Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta, dan Himpunan Mahasiswa Sejarah dari berbagai kampus di Yogyakarta”, tambah Yetti.
Hasil diskusi ini kemudian dinarasikan dan disusun menjadi sebuah naskah akademik oleh Fajar Widjanarko, S.S. untuk menjadi acuan dalam proses visualisasi Malioboro yang dituangkan dalam bentuk lukisan oleh seniman lukis Astuti Kusumo. Goresan kanvas Astuti Kusumo ini kemudian diajukan ke Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk mendapatkan verifikasi kesesuaian visual dan format standart sebuah prangko.
Keseriusan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengenalkan Malioboro kepada masyarakat tidak berhe nti sampai di penerbitan prangko saja. Untuk mesosialisasikan prangko Malioboro kepada masyarakat melalui sebuah narasi yang lugas dan komunikatif dibuat pula pameran bertajuk Linimasa Prangko Yogyakarta Bertemu Malioboro, Buku Pulang ke Malioboro, dan film dokumenter Malioboro.
Untuk memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, hari ini Jum’at (09/06/2023) digelar talkshow bertajuk artist talk. Pada talkshow hari ini hadir sebagai narasumber pelukis visual Malioboro, penulis buku Pulang ke Malioboro dan perwakilan dari Komunitas Postcrossing Indonesia.
“Pemerintah Kota Yogyakarta menghaturkan apresiasi dan rasa terimakasih kepada Astuti Kusuma yang telah melukis Malioboro, Iqbal Aji Daryono selaku penulis buku Bertemu Malioboro, Ukie Junx dan Siska Raharja selaku tim produksi film documenter Malioboro, Fajar Wijanarko selaku kurator pameran Linimasa Prangko. Berkat kerjasama dan dedikasinya, peluncuran prangko seri Malioboro ini dapat berlangsung sukses”, ujar Yetti dalam pengantar sambutannya.
Dalam acara talkshow di Hotel Phoenix sore tadi, Astuti Kusuma menjelaskan pemilihan seni Lukis sebagai media visual Malioboro karena Seni Lukis adalah seni murni yang mejadi bagian dari kekayaan intelektual yang itu tidak bisa dicapai secara serta merta. Hal itu sesuai dengan visi misi kita meskipun semakin tinggi peradaban dan teknologi maka kita tetap perlu melestarikan budaya asli Indonesia.
“Tantangan yang saya alami ketika melukis Malioboro ini adalah pakem-pakem yang ditetapkan. Seorang seniman yang biasanya identik dengan kebebasan berekspresi dapat menenuhi tuntutan atau standart yang ditetapkan dalam proses visualisasi Malioboro untuk nantinya dijadikan menjadi sebuah prangko”, tambah Astuti dalam paparannya.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh penulis Buku Pulang ke Malioboro, Iqbal Aji Daryono, "proses penyusunan buku ini saya mengawalinya dengan aktivitas jalan-jalan dan nongkrong di Malioboro guna mengamati aktivitas Malioboro di masa kini. Karena seperti yang diungkapkan dalam tulisan-tulisan akademik tim ahli, Malioboro kini telah menjelma menjadi ruang komunal bertemunya berbagai kepentingan. Ibarat Malioboro adalah panggung besarnya tapi dinamikanya ada di seluruh Jogja".
“Saya berusaha menyajikan buku ini agar kompatibel dengan perkembangan zaman sehingga pembaca tidak hanya mendapatkan wawasan secara akademis tapi pembaca juga dapat merasakan makna dan suasana Malioboro”, ujar Iqbal.
“Prangko menjadi representasi negara, dan memilih visual Malioboro sangat tepat dan strategis. Kami sangat mengapreasiasi hadirnya Malioboro dalam Prangko serta kartu pos. Dari Benda Filateli tema Malioboro ini dapat menjadi penyemangat ide kreatif berikutnya,” imbuh Siti Aisyah dari Pengurus Pusat Perkumpulan Filateli Indonesia
Acara ini juga dihadiri oleh Komunitas Filateli dan Kartu Pos, Komunitas Sejarah, Komunitas Perupa dan Himpunan mahasiswa sejarah dan seni di Kota Yogyakarta. Setelah acara selesai, mereka juga diajak berkeliling melihat pameran Linimasa Prangko Malioboro di Hotel Phoenix. Mereka tampak antusias melihat pameran ini, terlihat dari beberapa peserta yang mengajukan beberapa pertanyaan terkait koleksi yang didisplay dalam pameran.
Harapannya melalui kegiatan ini, Malioboro sebagai salah satu ikon Kota Yogyakarta dapat semakin dikenal dalam berbagai wajah salah satunya lewat sekeping prangko. Begitu pula dengan pelaksanaan pameran Linimasa prangko ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat luas bahwa sebelum seri Malioboro ini, Yogyakarta sudah pernah beberapa kali divisualisasikan dalam sebuah benda pos.