Djawanews.com – Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan besar anggaran yang dialokasikan untuk penulisan ulang buku sejarah Indonesia adalah sekitar Rp9 miliar. Proyek penulisan ulang ini melibatkan tim besar yang terdiri atas 113 penulis, 20 editor per jilid, dan tiga editor umum.
"Saya lupa anggarannya berapa, enggak banyak sih. Kalau tidak salah catatannya Rp9 miliar," kata Fadli dilansir ANTARA.
Menurut dia, tim pembaruan buku sejarah Indonesia terdiri atas sejarawan dan akademisi bidang ilmu arkeologi, geografi, sejarah, dan ilmu humaniora lainnya dari Aceh hingga Papua.
Fadli menyampaikan pembaruan buku sejarah akan dilakukan secara inklusif dengan mengedepankan perspektif Indonesia sentris mulai dari sejarah awal Indonesia, masa penjajahan, perang kemerdekaan, era reformasi, sampai era pemilu.
"Jadi, kita ingin sejarah ini ditulis secara inklusif dengan Indonesia sentris jadi perspektif Indonesia, kalau perspektif Belanda tidak ada penjajahan ya (di Indonesia), mereka melihatnya berbeda," katanya.
"Misalnya agresi militer I dan agresi militer II, kalau versi Belanda adalah aksi polisionil I dan aksi polisionil II, karena itu penertiban dari pengacau-pengacau keamanan bagi Belanda," katanya.
Fadli menjeaslakn Bung Tomo yang dianggap sebagai ekstremis dan teroris oleh penjajah Belanja adalah pahlawan nasional bagi bangsa Indonesia.
Dalam penulisan sejarah perjuangan melawan penjajah, ia mengatakan, pemerintah ingin menonjolkan perlawanan-perlawanan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Upaya pembaruan buku sejarah Indonesia dilaksanakan mulai Januari 2025 dan ditargetkan rampung Agustus 2025.
Menteri Kebudayaan menekankan pentingnya pembaruan buku sejarah Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan generasi muda mengenai sejarah bangsanya.
Fadli khawatir tanpa bekal pengetahuan sejarah yang memadai generasi muda tidak lagi mengenal Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia.
"Dikira Soekarno Hatta itu satu nama, karena nama bandaranya Soekarno-Hatta, apalagi disingkat Soetta sekarang, ada nama baru. Jadi, ini menurut saya berbahaya untuk jati diri dan karakter diri kita," katanya.