Disertasi UIN Kalijaga yang mengangkat hubungan di luar pernikahan mencuri perhatian masyarakat.
Masyarakat dihebohkan dengan adanya disertasi yang membahas keabsahan hubungan seksual di luar pernikahan. Disertasi ini ditulis oleh mahasiswa Doktoral Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang bernama Abdul Aziz. Disertasi doktoral tersebut berjudul Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital.
Disertasi UIN Kalijaga milik Abdul Aziz menuai kontroversi
Pembahasan yang diangkat dalam disertasi ternyata menuai banyak kecaman, terutama dari para akademisi islam. Bahkan UIN Kalijaga mendapat kritikan karena meloloskan disertasi tersebut. Selain itu, Abdul Aziz juga mendapat nilai yang sangat memuaskan dari penelitiannya.
Dilansir VOA, Abdul Aziz, mahasiswa sekaligus pengajar di IAIN Surakarta, mengambil teori atau konsep Milk Al-Yamin yang ditafsirkan oleh intelektual muslim asal Suriah, Muhammad Syahrur.
Abdul Aziz beranggapan, konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur dapat dijadikan sebagai rujukan terhadap pembaharuan hukum pidana Islam, hukum keluarga Islam, dan hukum perdata Islam. Atas alasan itu, konsep Syahrur coba diteliti Abdul Aziz.
Tafsiran Milk Al-Yamin Syahrur sendiri berpendapat bahwa hubungan seks di luar nikah tidak melanggar hukum syariat asal tidak dilakukan di tempat terbuka. Selain itu harus dilakukan dengan perempuan yang tidak bersuami, bukan hubungan sesama jenis, dan bukan dengan saudara sedarah.
Menanggapi kontroversi yang timbul dari disertasi Abdul Aziz, Khoiruddin Nasution selaku promotor disertasi memberikan klarifikasinya. Khoiruddin mengatakan bahwa tafsiran Milk Al-Yamin tersebut tidak bisa dilepaskan dari latar belakang penggagasnya. Syahrur sendiri merupakan warga Suriah yang pernah menetap lama di Rusia.
Seperti yang diketahui, Rusia jadi negara yang memiliki kebebasan dalam urusan pernikahan. Sedangkan Syahrur menghubungkan konsep Milk Al-Yamin dalam kehidupan kontemporer dengan beberapa perkawinan yang bertujuan memenuhi kebutuhan biologis. Perkawinan ini juga terjadi di Eropa.
“Nikah-nikah sejenis ini sekarang umum dilakukan orang-orang Eropa, termasuk Rusia, di mana Syahrur hidup lama,” ujar Khoiruddin seperti yang dikutip dari tirto.id.
Nikah jenis ini, kata Khoirudin, memang ada dalam tradisi islam, namun dengan hukum yang kontroversial. Sebagian ulama memang membolehkan, namun ada pula yang mengharamkan. Sedangkan dalam disertasi, Abdul Aziz justru melakukan kritik atas konsep yang digagas Syahrur karena memiliki bias.
“Sayangnya dalam abstrak, Abdul Aziz tidak menulis kritik tersebut. Malah menyebut konsep Syahrur sebagai teori baru dan dapat dijadikan justifikasi keabsahan hubungan seksual nonmarital,” ujar Khoirudin.
Problematika dalam penafsiran Syahrur juga diungkapkan oleh Sahiron, promotor Abdul Aziz yang lain. Ia mengatakan penafsiran yang dilakukan penggagas sangat subjektif.
“Subjektivitas penafsir yang berlebihan yang dipengaruhi oleh wawasan tentang tradisi, kultur, serta sistem hukum keluarga di negara-negara lain,” ungkap Sahiron.
Subjektivitas penafsir kemudian memaksa ayat-ayat Alquran agar sesuai dengan pandangan penafsir. Sehingga ayat-ayat tentang Milk Al-Yamin yang dulu ditafsirkan oleh ahli fikih sebagai ‘budak’ dipahami Syahrur sebagai ‘setiap orang yang diikat oleh kontrak hubungan seksual’, maknanya tentu berbeda.
Ketua sidang disertasi sekaligus Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yudian Wahyudi, juga memberikan tanggapannya atas disertasi Abdul Aziz. Ia mengatakan, jika teori Syahrur diterapkan di Indonesia justru akan berbahaya, terutama bagi anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun.