Djawanews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto.
Diketahui, telah diumumkan bahwa Ardian ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah pada Tahun 2021 untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Namun, ia tak hadir dalam koferensi pers pengumuman dan penahanan tersangka yang digelar KPK pada Kamis (27/1).
"Tim Penyidik mengagendakan pemeriksaan tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto), mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Rabu (2/2).
Ardian ditetapkan sebagai tersangka bersama Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kolaka Timur, Laode Muhammad Syukur. Dalam kasus tersebut, Ardian bertugas melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yakni pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Diketahui, investasi tersebut dilakukan melalui PT sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
"Dengan tugas tersebut, tersangka MAN memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.
Kasus tersebut merupakan perkembangan dari kasus sebelumnya terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021 yang menjerat Andi Merya. Andi Merya yang menjabat Bupati Kolaka Timur diduga menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur sekitar Maret 2021. Kemudian, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta sekitar Mei 2021.
"Dalam pertemuan itu AMN (Andi Merya Nur) mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya," ucap Karyoto.
"Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman," kata dia.
Keinginan Ardian, ujar Karyoto, kemudian disampaikan ke Laode guna diinformasikan kepada Andi Merya. Bupati Kolaka Timur itu pun memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode.
"Dari uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian dimana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang sebesar 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar," ungkap Karyoto. "Diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka LMSA (Laode M Syukur Akbar) menerima sebesar Rp 500 juta," imbuhnya.
Atas pemberian uang tersebut, permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya pun disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
"KPK menduga tersangka MAN juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," tutur Karyoto. Atas perbuatannya Andi Merya sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Sedangkan, Ardian dan Laode sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999. Dilansir dari kompas.com.
Baca artikel terkait Berita Kasus Suap. Simak berita menarik lainnya hanya di Djawanews dan ikuti Instagram Djawanews.