Djawanews.com – Anggota tim hukum Anies-Muhaimin, Bambang Widjojanto menyebut adanya mobilisasi kepala daerah untuk untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Ia menuding pencopotan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh oleh Menteri Dalam Negeri karena gagal memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di provinsi tersebut.
Dalam hasil rekapitulasi suara, Prabowo-Gibran hanya memperoleh 787.024 suara di Aceh. Sementara, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat 2.369.534 suara. Lalu, Ganjar Pranowo-Mahfud MD 64.677 suara.
Dugaan ini disampaikan Bambang dalam sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di gedung MK.
"Pemeritnah pusat menjadi pengendali segala tindak-tanduk kepala daerah dan ini bisa dibuktikan terakhir dalam kasus di Aceh tiba-tiba (Pj) Gubernur di Aceh dicopot karena di Aceh 02 kalah," ungkap Bambang, Kamis, 27 Maret.
Bambang menyebut, pencopotan Pj kepala daerah menjadi bukti adanya penyalahgunaan wewenang pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk membantu menaikkan suara Prabowo-Gibran.
Penunjukan Pj kepala daerah, menurut Bambang, berlangsung tidak demokratis dan sangat struktural. Pengangkatan penjabat kepala daerah yang masif disebut Bambang dilakukan untuk mengarahkan pilihan masyarakat.
"Sehingga mudah bagi kepala daerah menjadi alat politik pemerintah pusat terutama ketika penyelenggaraan pemilu serentak," ungkapnya.
Sebagai informasi, gugatan sengketa pilpres yang dilayangkan Anies dan Muhaimin selaku pemohon memiliki nomor perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Dalam pokok permohonan, pemohon mengungkap 11 pengkhianatan terhadap konstitusi dan pelanggaran asas bebas, jujur, dan adil dalam Pilpres 2024.
11 poin yang disebutkan itu yakni KPU sengaja menerima pencalonan paslon 02 secara tidak sah dan melanggar hukum, lumpuhnya independensi penyelenggara pemilu karena intervensi kekuasaan, nepotisme paslon 02 menggunakan lembaga kepresidenan, pengangkatan pj kepala daerah yang masif dan digunakan untuk mengarahkan pilihan, pj kepala daerah menggerakkan struktur di bawahnya.
Lalu, keterlibatan aparat negara untuk memenangkan paslon 02, pengerahan kepala desa, undangan Presiden Jokowi kepada ketua umum parpol koalisi di Istana Presiden, intervensi ke MK, politisasi bansos oleh Jokowi, serta kenaikan gaji dan tunjangan Bawaslu di masa kritis pemilu.
Dalam gugatan tersebut, pemohon menginginkan adanya pemungutan suara ulang dengan mendiskualifikasikan Gibran Rakabuming Raka.