Ridwan Kamil mengritik desain yang akan diterapkan pada ibu kota baru Indonesia.
Pemindahan ibu kota baru dari Jakarta menuju Kalimantan Timur menuai berbagai reaksi. Ada pihak yang mendukung, ada pula pihak yang memertanyakan kebijakan Presiden Jokowi tersebut. Kritik atas ibu kota baru datang tidak terkecuali dari Gubernur Jawa Barat.
Ridwan Kamil mendukung Indonesia punya ibu kota baru
Sebagai Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil memberikan dukungan penuh atas rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kaltim. Namun, sebagai arsitek ia memberikan kritiknya atas desain dan kebutuhan lahan ibu kota baru. Ridwan Kamil menilai, lahan yang diasumsikan untuk ibu kota baru terlalu boros.
“Kalau sudah jadi pertimbangan pemerintah pusat dan DPR saya kira kita dukung. Cuma sebagai arsitek saya melihat desain dan asumsi kota baru banyak hal-hal kurang tepat. Asumsinya lahannya terlalu luas, 200.000 hektar untuk 1,5 juta penduduk. Menurut saya boros lahannya,” ungkap Kang Emil, sapaan akrab Gubernur Jabar di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Senin (26/8/2019).
Ridwan Kamil menyebut, Indonesia harus bercermin dengan kondisi ibu kota baru yang dibangun Brasil dan Myanmar. Ibu kota dari kedua negara tersebut dinilai sepi karena lahannya yang terlalu luas. Kondisi itu disebut oleh Ridwan Kamil akan membuat penduduk tak betah.
“Ibu kota yang baik di dunia, banyak mengalami kesalahan. Contohnya Brasil di Brasilia sampai sekarang tanahnya terlalu luas, manusia tidak betah. Myanmar juga sama sepi,” ungkapnya.
Salah satu pengembangan ibu kota yang baik menurut Ridwan Kamil adalah di Washington DC. Menurutnya, ibu kota Amerika Serikat itu punya perbandingan lahan dan populasi yang ideal.
Di Washington DC, kata Gubernur Jabar, populasi penduduknya hanya 700.000 jiwa yang menempati lahan seluas 17.000 hektar. Dengan lahan dan penduduk sebanyak itu, penduduk bisa berjalan kaki dengan nyaman. Atas dasar hal tersebut lahan yang terlalu luas dianggap akan berdampak pada besarnya beban penyediaan infrastruktur.
“Jadi kalau 1,5 juta penduduk, tanahnya cukup 35.000 hektar saja. Kalau akan dihuni 1 juta penduduk tapi lahannya 200.000 hektar, kebayang borosnya aspal, kabel, infrastruktur hanya untuk mengakomodir penduduk itu,” kata Ridwan Kamil.
Riwan Kamil memang tak mempersoalkan konsep city forest yang diusung ibu kota baru. Namun, dalam konsep tata kota penduduk perkotaan, sudah semestinya mendapat fasilitas layanan yang serba dekat.
“Yang jadi masalah itu luasnya, manusia di kota butuh jarak dekat bukan jauh. Jarak jauh konsekuensinya mahal infrastruktur. Berarti trotoar harus lebih panjang, jalan banyak, maka belajar dari kesalahan negara lain, tirulah yang baik, dari kajian saya itu,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro telah memberikan jawabannya. Seperti yang dilansir dari detik.com, Bambang mengatakan bahwa 50% lahan ibu kota baru digunakan untuk ruang terbuka hijau.
“Luasan inti 40 ribu Ha, dengan pencadangan untuk pengembangan 180 ribu Ha. 50% minimal untuk ruang terbuka hijau,” ungkap Bambang, Senin (26/8/2019).
Bambang menilai bahwa berbagai kajian telah dilakukan terkait ibu kota baru. Sehingga rencana awal tetap akan dilakukan.