Djawanews.com – Yogyakarta identik dengan seni, budaya dan ekosistem literasinya. Sebagai kelompok musik yang erat dengan seni artistik, Poem Bengsing manfaatkan surat kabar untuk kostum. Gaungkan literasi, salah satunya dengan membaca berita.
Setiap pertunjukkan dari kelompok musik tersebut selalu terkesan nyleneh. Hal itu merupakan konsep yang telah digodog dan disepakati oleh seluruh personil. Poem Bengsing selalu mengikuti tema setiap even yang dihadirinya. Namun tetap dengan konsep dan gaya pertunjukkan ala Poem Bengsing.
"Bagi kami skill nomor 10, pertama tetap Ketuhanan yang Maha Esa," teriak vokalis Poem Bengsing, Andre Surawan saat tampil di Kantor DPAD DIJ, Selasa malam, 17 September.
Teriakkan tersebut disambut gelak tawa dan tepuk tangan oleh penonton Jogja Book Fair 2024. Begitulah nylenehnya kelompok musik tersebut, namun hal itu malah membuat penonton terhibur.
Dipertengahan penampilannya, gendhing Kebo Giro tiba-tiba dimainkan. Gendhing tersebut mengawali prosesi penyerahan donasi buku yang langsung diberikan kerabat Poem Bengsing kepada panitia acara.
"Band ini berangkat dari sastra dan seni, 'Poem' yang berarti puisi 'Beng' merupakan penyebutan kata band logat Jawa dan 'Sing' adalah bernyanyi," tutur seniman yang terkenal dengan julukan Tikus itu.
Menurutnya, keikutsertaanya dalam menyemarakkan Hari Literasi Internasional merupakan suatu keharusan. Sebagai Band yang banyak melahirkan karya dari puisi-puisi, sudah sepantasnya mereka hadir untuk mengusung isu literasi.
Koran dipilih sebagai bahan dasar membuat kostum pertunjukkan band tersebut. Tidak sekadar iseng, mereka menilai surat kabar merupakan media literasi dan juga jendela informasi yang kehadirannya perlu untuk diapresiasi.
"Dengan membaca koran atau media massa kita bisa tahu bagaimana kondisi dunia yang up to date," bebernya.
Seluruh personil mengenakkan jubah dan asessoris koran yang dibuat sedemikian rupa. Bahkan, alat musik seperti gitar juga dikonsep dengan balutan koran.
Salah seorang penonton asal Pundong, Bantul Teguh Makaryo mengatakan dirinya tidak mengira bahwa penampilan Band tersebut sangat totalitas. Menurutnya, dengan kostum koran yang menjadi simbolis itu telah mewakili isu dan tema besar yang diusung Jogja Book Fair 2024.
"Gokil, nyleneh tapi tidak melupakan estitika baik secara penampilan maupun gagasannya yang kuat," ujarnya.
Ia menilai kelompok musik seperti itu khas dengan ekosistem Jogja. Selain menghibur dengan musik melalui karyanya, juga menyampaikan pesan-pesan dan isu dengan cara yang unik.