Djawanews.com – Menurut Hempri Suyatna, sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), perosalan upah minimum merupakan masalah klasik yang selalu dibahas setiap tahun. Terlebih lagi, RUU Cipta Kerja saat ini telah disahkan dan sangat berkaitan dengan kesejahteraan buruh.
Terkait dengan tuntutan kenaikan upah agar sesuai survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yaitu di angka Rp3 juta pada 2021, Hempri merasa itu terlalu tinggi. Ia mengatakan, jika penentuan upah minimum hanya mengacu survei KHL, tentu nilainya akan tinggi.
"Harus ada survei deflasi dan inflasi juga yang perlu jadi pertimbangan. Kalau Rp3 juta itu kok terlalu tinggi untuk sekelas DIY. Karena di DIY ini kan ada upah sektoral," ungkap Hempri, Minggu (11/10/2020).
Ia melanjutkan, jika tuntutan tersebut dipenuhi, sejumlah perusahaan akan merasakan dampak sosialnya. Perusahaan-perusahaan tersebut akan merasa diberatkan.
"Maka dari itu, saya kira sangat penting jika hubungan buruh dengan pengusaha ini perlu dikomunikasikan dengan baik," jelasnya.
Hempri mengatakan, pekerja hanya dipandang sebagai kalangan dari kelas bawah. Padahal, antara perusahaan dan pekerja atau buruh seharusnya terdapat hubungan simbiosis mutualisme.
"Komunikasi menjadi penting. Jangan sampai memunculkan kekecewaan pada buruh. Dan buruh juga harus paham jika kondisi saat ini perusahaan cukup sulit untuk bertahan," tandasnya.
Jika Anda ingin mendapatkan info terkini lain, baik berita lokal, nasional, maupun mancanegara, ikuti terus rubrik berita hari ini di Warta Harian Nasional Djawanews. Selain itu, untuk mendapatkan informasi cepat dan menarik, jangan lupa ikuti Instagram @djawanescom.