Djawanews.com – Pandemi Corona Covid-19 berimbas tidak hanya pada kesehatan masyarakat, namun juga pada ekonomi masyarakat yang menurun. Selain itu pandemi juga berimbas pada tingginya angka kasus perceraian di Boyolali, Jawa Tengah.
Berdasarkan data Pengadilan Agama setempat, jumlah kasus perceraian di Boyolali diketahui meningkat secara signifikan. Jumlah pendaftar gugatan per Januari hingga bulan Juni 2020 mencapai 966 perkara.
Jumlah pendaftar gugatan terhitung mulai bulan Januari sampai bukan Juni 2020 mencapai 966 perkara,perkara yang diputus dari bulan Januari sampai bulan Juni mencapai 877 perkara,” jelas Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Boyolali, Mubarok, Selasa (14/72020).
Mubarok menjelaskan, angka pendaftar gugatan cerai di Pengadilan Agama Boyolali memang mengalami kenaikan sejak pandemi Covid-19. Kasus gugatan perceraian sendiri hampir 80 persen mayoritas berasal dari pihak wanita.
Hal tersebut dipicu karena adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus terjadi, yakni sebanyak 522 perkara. Ada pula faktor lain yang disebabkan karena salah satu pasangan meninggalkan pasangannya, yakni sebanyak 260 perkara.
Sedangkan masalah himpitan ekonomi ada 171 perkara. Sisanya tercatat sebagai kasus penganiayaan oleh salah satu pasangan.
Ia juga menjelaskan, jika saat dilakukan penasihatan dan mediasi yang dilakukan pihaknya tak menemui titik temu dari kedua belah pihak, maka proses akan masuk dalam tahap selanjutnya. Seperti yang tercantum dalam pembacaan surat gugatan, ada tahapan jawab, replik, duplik pembuktian, dan kesimpulan. Sedangkan tahap terakhir dalam kasus perceraian di Boyolali dan daerah lain adalah musyawarah majelis dan diakhiri dengan keputusan.
Tingginya kasus perceraian di Boyolali ternyata berbanding terbalik dengan di kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Seperti yang dilansir dari Djawanews, KUA Pemalang justru banjir permohanan pernikahan. Fenomena tersebut terjadi sejak kabupaten Pemalang mulai menerapkan era kenormalan baru.