Djawanews.com – Sejumlah aliansi buruh turun ke jalan untuk memperingati May Day. Lucunya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal beserta rombongan kompak menggunakan atribut Partai Buruh, meski belum masuk masa kampanye.
bendera partai politik berwarna oranye dengan nomor 6 itu berkibar saat perayaan May Day. Bendera itu terlihat berada di mobil komando. Tak hanya itu, para buruh juga ikut mengibarkan bendera tersebut.
Merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 33 tahun 2018, khususnya pada pasal 25, partai politik yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilu dilarang melakukan kampanye sebelum masa kampanye ditetapkan.
Penjelasan lebih lanjutnya terdapat pada ayat 3 pasal 25, yang mengatur partai politik dilarang mengungkapkan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik partai dengan menggunakan metode:
- Penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum
- Pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum
- Media social
Berkenaan alat peraga kampanye dijelaskan lebih detail dalam ayat 2 pasal 32, yang mana alat peraga meliputi, baliho, spanduk, umbul-umbul, bendera dan kaus partai.
Ketika dikonfirmasi soal indikasi pelanggaran ini, ditanggapi Said Iqbal dengan sedikit emosi. Ia malah balik menantang Bawaslu, sebab Said merasa dirinya tak perlu meminta izin kepada pihak manapun untuk membawa atribut Partai Buruh dalam perayaan May Day.
“Enggak perlu izin Bawaslu, Rahmat Bagja catat! Bendera boleh berkibar di mana saja. Turunin tuh bendera partai lain kalau begitu (dilarang). Jangan nantang-nantang Partai Buruh, apalagi ada pesanan,” ujarnya di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (1/5)
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja memberikan jawaban yang tidak tegas. Di satu sisi ia membenarkan bahwa keberadaan atribut dan bendera Partai Buruh melanggar PKPU 33/2018.
Namun di sisi lain, Bagja mengaku pihaknya masih bisa memaklumi keberadaan atribut tersebut dalam perayaan May Day. Alasannya, dalam gelaran tersebut tidak terlontarkan kalimat ajakan secara lisan atau tulisan yang bersifat mengajak para peserta aksi untuk memilih Partai Buruh.
“Tapi saat ini kami dengan KPU telah bersepakat bahwa kalau bendera tidak kemudian masuk dalam pelanggaran administratif. Karena sekarang tahapan sosialisasi ya kemudian yang tidak boleh itu mengajak, kemudian menyampaikan visi misi itu tidak boleh,” katanya saat dihubungi, Senin (1/5).
Bila benar ada kesepakatan di antara KPU dan Bawaslu lantas mengapa tidak ada perubahan dalam PKPU 33/2018? Terkait itu, Komisioner KPU Idham Holik malah melempar tanggung jawab, dan meminta Inilah.com untuk menanyakan ke Bawaslu.
“Pertanyaan tersebut lebih tepat disampaikan kepada Bawaslu bukan kepada kami, karena yang diberikan kewenangan atributif adalah Bawaslu,” ungkapnya saat dihubungi di Jakarta, Senin (1/5).
Namun ia membenarkan bahwa penggunaan atribut dan bendera partai politik di tempat umum, sebelum masa kampanye adalah pelanggaran terhadap PKPU 33/2018. Terkait masa kampanye, Idham menjelaskan baru akan dimulai pada 28 November 2023 dan akan berakhir pada 10 Februari 2024.
Hanya saja, sambung dia, soal yang memutuskan ada atau tidaknya sebuah pelanggaran, disebutnya kewenangan penuh Bawaslu. “Undang-undang pemilu memberikan kewenangan atributif ke pengawasan terhadap Bawaslu. Jadi berkenaan dengan potensi dugaan pelanggaran dalam satu kegiatan politik yang dilakukan oleh partai politik yang berwenang melakukan penilaian terhadap hal tersebut tentunya adalah Bawaslu berdasarkan hasil pengawasan,” pungkasnya.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.