Djawanews.com – Linguis Sastra Indonesia UGM Suhando ikut memberikan opini soal polemik kata Anjay yang baru-baru ini mengemuka di berbagai media serta melibatkan Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA).
Dia menilai, makna yang ada di dalam pikiran bisa berbeda antara per orang. Tergantung pengalamannya.
Pun demikian dengan kata anjay. Setiap orang bisa memaknainya berbeda-beda. apabila mereka belum tahu dan kemudian diberi penjelasan arti kata kata anjar, mungkin mereka akan menerima penjelasan itu.
“Namun, meski belum tau orang bisa menerka-nerka makna kata berdasarkan pengalamannya,” ujar Suhandono mengutip laman resmi UGM, Rabu (2/9/2020).
Suhandono melanjutkan, salam kehidupan sehari-hari, kata bisa saja diplesetkan. Demikian juga dengan kata anjay. Orang bisa saja mengartikan sebagai plesetan anjing sehingga bermakna negatiif.
Dia menuturkan, kata anjing sebagai makian memiliki makna jelek. Sebab dalam budaya Indonesia, anjing dikonotasikan seperti najis, kotor, rakus. Sedangkan dalam makian, orang terkadang meplesetkan kata itu karena tidak sampai hati mengucapkan apa adanya.
“Seperti halnya makian asem dan bajigur dalam masyarakat Jawa, misalnya. Maksudnya tentu bukan buah asam dan jenis minuman tentunya,” terang Suhandono.
Oleh sebab itu, kata anjay dan lain bisa menimbulkan kesan negatif dan salah paham sebaiknya dihindari.
Kendati demikian, dalam konteks keakraban, bisa saja kata-kata semacam itu dipergunakan.
“Konteksnya beda, dalam dunia komedi misalnya, mungkin ada kata yang lebih vulgar dari itu, namun biasa saja. Sebab dalam konteks melawak, hal yang menyimpang dari hal yang umum bisa dianggap wajar,” pungkas Suhandono.