Djawanews.com – Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut peristiwa pemerkosaan massal 1998 hanya rumor belaka menuai kecaman keras dari aliansi organisasi aktivis 1998, termasuk Pena 98, Barikade 98, Gerak 98, dan KA KBUI 98.
Para aktivis menuntut Fadli Zon untuk meminta maaf secara terbuka dan bahkan dipecat dari jabatannya. Mereka menilai ucapan Fadli Zon tidak hanya ahistoris tetapi juga sangat melukai para korban.
"Nah ini kami mengecam ya, ini tidak main-main, lewat pernyataan hari ini, ini tidak berhenti hanya di sini ini akan menular kepada seluruh teman-teman daerah, seluruh teman-teman aktivis tahun 1998 yang terlibat pada tahun 1998 saat ini sudah marah dan sangat kecewa," kata Aktivis 98 Mustar Bonaventura saat jumpa pers di Graha Pena 98, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 18 Juni.
Mustar menegaskan, peristiwa pemerkosaan massal pada tahun 1988 bukanlah rumor semata. Akan tetapi, peristiwa tragis itu benar-benar terjadi di era orde baru (orba).
"Menurut saya harusnya kalau kemudian negara tidak mampu menangkap atau kemudian menjelaskan siapa pelaku, siapa orangnya yang melakukan pemerkosaan pada peristiwa tahun 1998, ya, janganlah kemudian membuat rasa luka yang menurut kami, adalah menyakitkan. Ini sama halnya negara tidak mampu memberikan rasa keadilan malah justru membuat rasa luka itu jauh lebih pedih," sesal Aktivis 98 dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini.
Lalu, kata Mustar, setidaknya ada tiga indikator nyata bahwa tragedi pemerkosaan massal 1998 itu benar-benar terjadi. Pertama, pidato Presiden ke-3 RI BJ Habibie yang mengutuk keras peristiwa pemerkosaan massal 1998.
"Kedua, seingat kita pada tahun 1998 itu lahir ada satu Komnas Perempuan. Inisiasi lahirnya Komnas Perempuan itu dasarnya adanya pemerkosaan massal ini, kekerasan seksual pada perempuan pada saat itu, maka lahirlah ide dan gagasan melahirkan Komnas Perempuan," tegas Mustar.
Ketiga, kata Mustar, adanya hasil investigasi tim gabungan pencari fakta (TGPF) terkait peristiwa pemerkosaan massal 1998.
"Ini jelas semua sejarah detail," cetusnya.
Atas dasar itu, Mustar menegaskan Menbud Fadli Zon harus bertanggungjawab atas ucapannya karena membuat luka yang semakin dalam bagi para korban peristiwa yang tidak manusiawi itu. Menurutnya, salah satu bentuk pertanggungjawaban itu adalah Fadli Zon harus dipecat dari jabatannya.
"Dan kita minta Presiden Rabuwo menghentikan secara tidak terhormat Fadli Zon, pecat! Ini betul, ini Menteri Sotoloyo, Menteri Sotoloyo yang asal jeplak," pungkasnya.
Sementara itu, Aktivis 98 Jimmy Fajar alias Jimbong memberikan ultimatum keras kepada Menbud Fadli Zon untuk meminta maaf secara terbuka kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Dan apabila Fadli Zon tidak meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, kami akan geruduk, kami akan kepung Kementerian Kebudayaan sebagai bahwa dia harus bertanggung jawab terhadap perjanjiannya dia," tegas Jimbong.
Aktivis 1998 memberikan waktu selama 30 hari ke depan kepada Menbud Fadli Zon untuk meminta maaf secara terbuka, terhitung hari ini.
"Bukan klarifikasi. Karena selama ini kan dia (Fadli Zon) hanya mengklarifikasi. Dia selalu membangun narasi-narasi kebohongan terus. Kita bukan minta klarifikasi, tapi kita minta permintaan maaf," tegas Jimbong.
Turut hadir saat jumpa pers aktivis 1998 dari berbagai elemen. Ada Aktivis 1998 Jimmy Fajar alias Jimbong, Alex Leonardo Rumbi dan Pande K Trimayuni dan yang lainnya.
Di akhir jumpa pers, Aktivis 98 juga membacakan pernyataan sikap bersama dan menyanyikan lagu Darah Juang.
Sementara itu, Aktivis 1998 Pande K Trimayuni menilai pernyataan Fadli Zon merupakan upaya melakukan pemutihan terhadap dosa yang terjadi pada Orde Baru.
"Tapi di lain pihak muncul pemutihan terhadap dosa-dosa. Dimana misalnya peristiwa apa yang terjadi selama Orde Baru tidak dimunculkan," kata Pande.
Dirinya juga mempertanyakan alasan Fadli Zon yant menyebut bahwa dibutuhkan fakta hukum dalam pembuktian pemerkosaan 98.
Menurutnya, tidak perlu fakta hukum untuk membuktikan kebenaran sebuah peristiwa.
"Bahkan kemudian peristiwa-peristiwa yang terkait dengan rezim seperti perkosaan itu tidak muncul. Nah, jika tadi misalnya Fadli Zon mengatakan bahwa tidak ada fakta hukum," ucapnya.
"Nah, sejarah dimana perlu fakta hukum? Pertama itu ya bahwa berbagai macam sejarah yang runtuhnya singosari, runtuhnya Majapahit gitu ya," tambahnya.