Djawanews.com – Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyatakan jika pemerintah harus meniru langkah IDSA (organisasi penyakit menular di Amerika Serikat) yang menentang rapid test sebagai deteksi gejala Covid-19.
Menurut Pandu, rapid test tidak efektif untuk menangani Covid-19 karena tidak dapat memberikan hasil yang pasti. Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan hal yang sama.
”WHO menyarankan bahwa dalam testing dan screening, dan surveilans itu tidak dianjurkan menggunakan rapid test,” jelas Pandu.
Untuk itu, Pandu menganjurkan metode yang jelas seperti swab test. Terkait alasannya menolak rapid test, Pandu menjelaskan jika antibodi manusia dapat hilang dalam jangka tertentu dan dapat terbentuk setelah terinfeksi Covid-19.
Pandu berasumsi jika orang yang memiliki antibodi bisa jadi sudah terinveksi Covid-19. “Jadi kita kehilangan kesempatan, kita mengatakan orang non reaktif karena belum ada antibodinya,” jelas Pandu.
Kemudian Pandu juga menyarankan agar pemerintah menggunakan swab test RT-PCR guna deteksi Covid-19, meskipun biaya RT-PCR lebih mahal jika dibandingkan dengan rapid test.
“Lebih baik dananya (pemerintah) digunakan untuk memperkuat PCR. PCR itu tidak terlalu mahal kalau langsung beli di negaranya (produsen),” jelas Pandu.
Selain kritik terhadap rapid test yang dikemukakan ahli epidemologi UI diatas, simak juga berita menarik lainnya hanya di Warta Harian Nasional Djawanews.