Djawanews - Setelah 40 hari mengurung diri di dalam sebuah gua di barat daya Prancis, 15 orang keluar. Mereka adalah relawan dari sebuah penelitian untuk mencari tahu sifat seseorang jika diputuskan kontak dengan dunia luar.
Selama 40 hari, ke-15 orang itu tidak tahu tentang waktu, siang dan malam. Terlebih lagi, HP juga diharamkan. Jadi jangan anggap mereka tahu perkembangan berita yang terjadi di dunia luar. Mereka yang ikut penelitian ini terdiri dari tujuh perempuan dan delapan pria.
Kelompok ini tinggal dan menjelajahi gua sebagai bagian dari proyek bernama Deep Time. Tidak ada cahaya alami, suhu 10 derajat dan kelembaban relatif 100%. Mereka tidak memiliki kontak dengan dunia luar, tidak ada kabar terbaru tentang pandemi atau komunikasi apa pun dengan teman atau keluarga.
Prediksi mereka berbeda-beda tentang waktu yang telah dihabiskan di dalam gua. Ada yang berpikir sudah tinggal di sana selama 23 hari. Ada juga yang merasa sudah 30 hari lebih di sana.
Apa saja yang dikerjakan? Johan Francois, seorang guru matematika dan instruktur layar, berlari sejauh 10.000 meter di dalam gua agar tetap bugar.
Saat keluar, mereka semua memakai kacamata khusus untuk melindungi mata mereka setelah sekian lama hidup dalam kegelapan. Ada yang senyum mengembang. Tapi tak sedikit juga yang keluar dengan muka pucat.
Marina Lançon, salah seorang perempuan yang ikut dalam ekspedisi ini, malah berharap bisa tinggal lebih dalam lagi di dalam gua. Tapi biar bagaimana pun, dia senang bisa kembali merasakan angin dan mendengar kicau burung lagi.
Malah Lançon sudah merencanakan menunda waktu untuk bisa melihat smartphone-nya yang sudah lama ditinggalkan. Dia mau secara bertahap bisa kembali ke kehidupan nyata, kata Lançon seperti dilansir dari The Guardian.
Para ilmuwan di Human Adaption Institute, yang memimpin proyek 1,2 juta euro ini bilang, eksperimen itu untuk mengetahui bagaimana orang beradaptasi dengan perubahan drastis dalam kondisi dan lingkungan hidup. Mereka yang berada di dalam gua kehilangan kesadaran akan waktu.
Bekerja sama dengan laboratorium di Prancis dan Swiss, para ilmuwan memantau pola tidur, interaksi sosial, dan reaksi perilaku dari 15 anggota tim melalui sensor. Salah satu sensor adalah termometer kecil di dalam kapsul yang ditelan peserta seperti pil. Ini mengukur suhu tubuh dan mengirimkan data ke komputer sampai dikeluarkan secara alami.
Anggota tim mengikuti jam biologis mereka untuk mengetahui kapan harus bangun, tidur, dan makan. Mereka menghitung hari-hari mereka bukan dalam jam tapi dalam siklus tidur.
"Masa depan kita sebagai manusia di planet ini akan berkembang," kata Clot pimpinan proyek.
"Kita harus belajar untuk lebih memahami bagaimana otak kita mampu menemukan solusi baru, apa pun situasinya.”
Anda bisa melihat foto-foto mereka. Silakan kunjungi artikel aslinya di sini.