Djawanews.com – Target masyarakat yang divaksinasi dosis lengkap belum mencapai 20 persen, sudah ada wacana dari pemerintah untuk membuat program vaksin booster (vaksin dosis ketiga) berbayar. Hal ini menimbulkan polemik baru di tengah masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan vaksinasi dosis ketiga dapat dilakukan apabila program vaksinasi yang sedang berjalan dapat diselesaikan pada Januari 2022.
Lebih lanjut Budi mengatakan pemerintah hanya menanggung biaya vaksin dosis ketiga bagi masyarakat tidak mampu dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Diskusi dengan Bapak Presiden (Presiden Joko Widodo), sudah diputuskan oleh beliau bahwa ke depan kemungkinan yang dibayari negara hanya Penerima Bantuan Iuran (PBI) saja," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu, 25 Agustus lalu.
Menanggapi adanya wacana vaksin berbayar dari pemerintah, anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais mengatakan, praktik vaksinasi berbayar tidak etis dilakukan selama kekebalan kelompok atau herd immunity belum tercapai.
"Sepanjang belum terjadinya kekebalan komunal dan juga akses vaksinasi masih sulit didapatkan masyarakat, maka itu sudah tidak etis dan tidak adil bahwa masyarakat harus membeli vaksin," kata Indraza dalam diskusi secara virtual, dikutip dari kompas.com, Rabu, 8 September.
Indraza juga melihat praktik jual beli vaksin dosis ketiga mulai terjadi di DKI Jakarta. Oleh karenanya, ia meminta Kemenkes untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
"Walaupun Jakarta sudah 100 persen, daerah lain masih ada yang di bawah 10 persen dan itu membutuhkan vaksin," ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Co-Inisiator LaporCovid-19 Ahmad Arif. Menurutnya selama pandemi COVID-19 masih melanda Tanah Air, pelaksanaan vaksinasi berbayar sangat tidak etis. Sebab, pandemi COVID-19 merupakan kondisi darurat.
"Kalau dilepaskan ke pasar maka yang bisa mengakses dan membeli adalah orang-orang yang memiliki power, uang, dan seterusnya," kata Arif.