Djawanews - Sejumlah anggota DPR, sudah diambil sampel darahnya untuk proses Vaksin Nusantara. Padahal sebagian dari mereka itu, sudah disuntik Vaksin Sinovac dari pemerintah.
Sejumlah pejabat publik, anggota DPR RI dan masyarakat beberapa hari terakhi, banyak yang datang ke RSPAD untuk menjalani proses pengambilan sampel darah. Di antara nama-nama itu, terselip mantan Menkes Siti Fadilah Supari dan bekas Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Proses dari pengambilan sampel sampai pemberian sel dendritik rata-rata mencapai 7 hingga 8 hari. Dalam tahap ini, relawan vaksin akan diambil sampel darahnya dan diolah selama 7 hari untuk kemudian disuntikkan kembali ke dalam tubuh.
Dari informasi yang dikumpulkan, khususnya anggota DPR, sebagian dari mereka yang jadi sampel, sudah mendapat vaksin Sinovac. Muncul pertanyaan, apakah ada efek samping jika seseorang mendapat suntik anti Covid-19 dengan dua merek yang berbeda?
Redaksi djawanews coba bertanya kepada Juru bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi untuk mendapat jawaban.
Pertanyaan ini terasa semakin penting jika dihadapkan dengan sikap BPOM. Lembaga yang diberi otoritas penuh ini menganggap, tim peneliti vaksin Nusantara besutan Terawan Agus Putranto belum bisa uji klinik fase 2 dengan pengambilan sampel darah.
Bahkan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menyatakan lepas tangan jika vaksin Nusantara kukuh ingin melanjutkan tahapan.
"Hasil penilaian BPOM terkait fase 1 dari uji klinik dari vaksin dendritik atau Nusantara ini adalah belum bisa dilanjutkan ke fase 2. Sudah clear kan itu. Apa yang sekarang terjadi, itu di luar Badan POM, dalam hal bukan kami untuk menilai itu," kata Penny.
Lalu apa jawaban Kemenkes?
Secara diplomatis, Siti Nadia Tarmizi mengaku pertanyaan itu masih dalam ranah penelitian. Dia masih menunggu hasil dari BPOM atau pihak lain. Sedangkan soal ada tidaknya efek samping, itu bagian dari pekerjaan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
"Nanti yang mengkaji ITAGI atau Komnas KIPI ya," jawabnya singkat.